BerandaLifestyleKomunitasMuryani, Wanita Paruh Baya yang Tinggal Dibekas Kandang Ayam

Muryani, Wanita Paruh Baya yang Tinggal Dibekas Kandang Ayam

- Advertisement -spot_img

Tidak pernah dibayangkan Muryani, wanita paruh baya berusia 65 tahun yang berasal dari Solo, Jawa Tengah ini harus hidup menderita di daerah rantaunya, Kota Palopo. Hidup sebatang kara harus dilaluinya dengan berat.

Tahun 1993, adalah masa dimana Muryani menginjakkan kakinya di Kota Palopo. Dengan tekad memperbaiki kualitas hidupnya, Muryani memulai usaha sebagai tukang pijat keliling, saat itu pernghasilannya sebagai tukang pijat terbilang lumayan, dalam sehari dia bisa mendapatkan pasien minimal seorang dua orang perhari dan upah yang didapat perkepala hanya Rp10 ribu.

Hanya saja, perjalanan waktu membuat Muryani mulai kurang digemari oleh para pelanggannya. Any yang mengakhiri usaha pijatnya pada tahun 2008, selain banyaknya rumah pijat, dia juga mengalami sakit pinggang karena pernah terjatuh dari loteng.

“Saya dulunya tukang pijat, hanya saja sekarang sudah mulai banyak rumah pijat, apalagi tukang pijat sekarang itu kebanyakan wanita muda, jadi saya tidak punya pasien lagi,” ujarnya.

Muryani hidup sebatang kara, suaminya tercinta sudah lebih dahulu dipanggil yang Maha Kuasa, sementara anaknya seluruhnya sudah berkeluarga dan tinggal di Jawa Timur. Terkadang, ada maksud hatinya untuk menopang hidupnya pada anak-anaknya, namun dia menyadari bahwa kehidupan ekonomi anak-anaknya pun juga belum memadai menghidupi keluarga mereka. Terahkir Any bisa mendengar kabar anaknya melalui surat pada tahun 2012.

“Kadang saya dikirimi uang, tapi tidak seberapa, saya tidak pernah meminta karena saya tahu anak saya juga hidup susah, kadang dikirimi Rp50 ribu, kadang juga sampai Rp100ribu,” ujar Muryani yang menyebut uang kiriman anaknya terkahir kali diterimanya empat bulan silam.

Untuk menaungi kehidupannya, wanita kelahiran Solo, 1 Juli 1951 ini pun hanya bisa meminjam bekas kandang ayam milik warga setempat di Kelurahan Mungkajang, Kecamatan Mungkajang.

“Ini dulu adalah kadang ayam, saya dipinjami oleh warga disini dan diijinkan tinggal. Saya tidak tahu lagi mau kemana kalau tempat ini sudah mau digunakan pemiliknya,” ujarnya.

Dia mengaku, jarang menerima bantuan dari pemerintah. Muryani pun berulang kali mencoba untuk meminta bantuan ke Wali Kota Palopo dengan mendatangi langsung ke rumah jabatan (SaokotaE) maupun ke Kantor Wali Kota Palopo. Sayangnya, niat Muryani bertemu dengan orang nomor satu Kota Palopo itu selalu kandas.

“Setiap kali saya mencoba bertemu, para petugas menghalangi, saya pernah menunggui Wali Kota Palopo masuk ke kantornya, ketika akan saya susul langsung dicegat sama petugas dan bilang Wali Kota sedang keluar,” ujarnya.

Kini, Muryani pun hanya bisa berharap uluran tangan dari para tetangganya. Untuk menyambung hidup, dia hanya bisa mengandalkan bantuan dari warga yang berbaik hati memberikannya makanan. “Bahkan pernah tiga hari saya tidak makan, karena memang tidak ada lagi yang bisa dimakan. Untung ada tetangga disini yang baik hari selalu member makanan,” ujarnya.

Keberadaan Muryani tersebut berawal dari survey yang dilakukan oleh komunitas Fesbuker’s Palopo atas warga Kota Palopo yang tidak mampu. Komunitas ini memang kerap memberikan bantuan terhadap warga miskin.

Ketua Fesbuker’s Palopo, Sam AR Sukku Kanna mengatakan pihaknya akan berupaya untuk menyalurkan bantuan terhadap Muryani tersebut. Menurutnya, keberadaan Muryani baru diketahui setelah pihaknya melakukan survey di lapangan.

“Kondisinya sangat mengenaskan, sebab selain hidup sebatang kara, nenek Muryani juga tinggal ditempat yang tidak layak huni, bekas kandang ayam,” ujarnya.

Dia pun mengimbau kepada warga dan pemerintah setempat untuk ikut memperhatikan kondisi Muryani tersebut.

 

spot_img
REKOMENDASI
Related News