BerandaOpiniEvi Masamba, Sepak Bola and The Money Pacman

Evi Masamba, Sepak Bola and The Money Pacman

- Advertisement -spot_img

Bulan Mei datang menyapa kita dengan sejuta senyum semringah serta parade selebrasi kebahagiaan dan kesedihan akan nampak mendominasi sisi-sisi kesibukan kita sebagai manusia yang haus informasi dan atraksi. Bagaimana tidak, Mei akan menjadi panggung atraksi penuh warna. Wajah sedih diiringi linangan air mata dan perasaan gembira dengan senyum semringah dan tangis haru kebahagiaan akan terpancar melalui rona bumi yang menawarkan euforia dan fobia kehidupan yang berfluktuasi. Rona bumi akan menampakkan kekontrasannya, ibarat dua sisi mata uang, bahagia gembira dan sedih merana.

Dunia hiburan tanah air misalnya, spesifik pada ajang kontestasi pencarian bakat di Indosiar via acara Dangdut Academy 2 (D’Academy 2), kini telah memasuki babak lima besar. Pada panggung penahbisan diva dan divo dangdut penerus Elvi Sukaesih dan Rhoma Irama ini, bakat dan talenta serta kualitas peserta tersaji indah di panggung megah tersebut. Belum lagi kehebohan yang muncul dari salah satu peserta yang kebetulan satu kampung dengan ibu saya, Evi Masamba. Demam Evi pun “mewabah” di mana-mana.

Perbincangan tidak hanya di rumah-rumah saja, tetapi di fasilitas publik lainnya, seperti pasar, kantor pemerintahan dan swasta juga dilanda demam Evi. Bahkan, ketika saya belanja di pasar beberapa waktu lalu, seorang penjual ikan, menawarkan ikannya kepada seorang pembeli dengan mengatakan: “Ini ikannya Evi Masamba, bu.” Penjual di pasar yang kebanyakan sudah separuh baya, bahkan yang sudah renta sekali pun, tak lupa membincangkan nama Evi. Layaknya anak ABG, mereka juga fasih nyerocos bercerita soal Evi, bahkan sesekali mereka teriak, “Ewako Evi”. Evi betul-betul membuat “bumi menangis” terharu, sehingga sebagian besar masyarakat, tidak hanya di Sulawesi Selatan, tetapi seluruh nusantara dibuat “kejut-kejut nyata” oleh aksinya. Evi pun kini menjadi magnet terindah buat Tana Luwu yang kini tengah berjuang menjadi daerah otonom baru.

Tinggalkan sejenak kehebohan DA2. Mari kita masuk pada kehebohan yang bakal terjadi di sepak bola. Panggung kemewahan Liga Champion serta liga domestik di masing-masing negara top Eropa juga akan menawarkan sejuta atraksi dan selebrasi kemenangan bagi yang bahagia, serta parade kesedihan bagi yang gagal. Liga Champion sudah memasuki babak krusial, di mana empat tim bakal berebut satu tiket ke final. Barcelona, Juventus, Bayern Munich dan Real Madrid adalah semifinalis yang akan berebut tiket tersebut pada 6 Mei mendatang. Barca lawan Munich serta Juve kontra Madrid. Tentu pembaca sudah punya jagoan masing-masing untuk diunggulkan masuk final. Bagi penulis, Barca dan Juve sangat layak ada di final karena ada lambang prestise yang dipertaruhkan, yakni treble winners. Sejauh ini, kedua klub tersebut yang masih punya kans meraihnya.

Awal bulan ini juga, beberapa klub yang masih nangkring di pucuk klasemen liga domestik akan melakukan penguncian gelar juara. Juventus di Italia dan Chelsea di Inggris. Jika Juve dan Chelsea sanggup mengunci gelar di awal bulan ini, maka kedua klub tersebut mengikuti jejak PSV Eindhoven di Belanda dan Bayern Munich di Jerman yang sebelumnya sudah berpesta merayakan trofi juara di negaranya masing-masing. Sementara di Liga Spanyol dan Prancis kemungkinan bakal adu sprint sampai pekan pamungkas dengan dua kuda pacu utamanya, Barca-Madrid di Spanyol, serta PSG-Lyon di Prancis.

Dangdut dan sepak bola mungkin dua komoditas yang bertolak belakang. Satunya menawarkan kualitas suara, satu lainnya menawarkan kelincahan kaki menahan, membawa, menendang dan menceploskan bola ke gawang lawan. Satu komoditas lagi yang akan saya kupas adalah panggung adu pukul legal di atas ring. Ya, tinju dunia kembali hadir dengan sebuah pertarungan yang sangat dinantikan penduduk dunia di muka bumi ini. Pertarungan akbar yang melibatkan dua petinju besar, Floyd “Money” Mayweather Jr. vs Manny “Pacman” Pacquiao adalah pertarungan yang sudah dirancang sejak lama, namun selalu kandas karena faktor non teknis.

Ketika sebuah pertarungan tinju yang sudah dirancang sejak lama, namun selalu kandas karena faktor keegoisan masing-masing kubu, terkait fulus, lantas pertarungan menemui titik terang dan akan tersaji 100%, serta hanya kejadian luar biasa yang akan membatalkan pertarungan yang disebut-sebut sebagai pertarungan abad ini, maka apa yang akan terjadi di atas panggung yang sesungguhnya? Satu kata untuk pertarungan yang akan menyamai pertarungan legendaris antara Ali vs Frazier, Tyson vs Holyfield, Lewis vs Holyfield, Sugar Ray Leonard vs Thomas Hearns atau Chavez vs De La Hoya, adalah DAHSYAT dan beraroma kebencian. Pertarungan The Money Pacman memang pantas kita tonton di tengah merosotnya kualitas tinju kelas berat. Kenapa? Karena mereka adalah artis di ring tinju dunia. Sama seperti Evi Masamba yang kini tengah menapak jalan masuk ke dalam blantika musik dangdut tanah air. Pun dengan Messi di Barca, Tevez di Juve, Neuer di Munich dan CR7 di Madrid. Mereka semua artis lapangan hijau. (Lukman Hamarong)

 

spot_img
REKOMENDASI
Related News