Kepolisian Resor Luwu Timur akan memanggil sejumlah pejabat terkait pemeriksaan lanjutan dugaan pungutan liar (pungli) pembuatan sertifikat tanah pada program Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) di Desa Lagego.
Sejumlah pejabat yang dijadwalkan akan diperiksa yakni Camat Burau Meirani Tenriawaru, dan Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Luwu Timur, Syarifuddin, untuk diperiksa sebagai saksi. Pemeriksaan kedua pejabat ini menindaklanjuti pernyataan Kepala Desa Lagego, Masdar, yang menyatakan telah memberikan ‘uang capek’ kepada kedua pejabat itu.
Kapolres Luwu Timur, AKBP Rio Indra Lesmana mengatakan pihaknya akan terus menggenjot atau mendalami kasus Pungli Prona desa Lagego ini dengan memanggil Camat Burau dan BPN Kabupaten Luwu Timur untuk dimintai keterangan pekan depan.
“Insya Allah pihak penyidik akan memanggil Camat Burau dan BPN untuk dimintai keterangan, jadwalnya itu pekan depan,” ungkap Rio.
Menurut Rio, pemanggilan Camat Burau dan Kepala BPN Lutim ini disebabkan karena adanya pertemuan dan persetujuan dalam harga penerbitan sertifikat Prona ini sesuai dari hasil pengembangan pemeriksaan beberapa saksi penerima sertifikat Prona.
“Sebelum dilakukan pungutan penerbitan sertifikat mereka telah melakukan rapat yang menurut mereka difasilitasi oleh pihak Badan Pertahanan Negara (BPN) yang dilaksanakan di Kantor Kecamatan Burau. Oleh karena itu, dalam dekat ini Camat Burau dan BPN akan kami panggil untuk dimintai keterangan,” ungkap Rio.
Sekedar diketahui, dalam kasus ini, polisi telah menetapkan Masdar sebagai tersangka dalam kasus ini. Dalam data awal yang dihimpun, akibat pungli ini, Masdar diduga telah mengumpulkan uang dari masyarakat pengurus sertifikat prona sebesar Rp120 juta yang berdasarkan data dari pengakuan masyarakat penerima sertifikat Prona. Sementara dari tahun 2011 hingga 2013 lalu jumlah sertifikat di desa Lagego sebanyak 200 lembar.
Sebelumnya, Camat Burau, Meirani Tenriawaru yang dikonfirmasi membenarkan telah menerima uang dari Kepala Desa (Kades) Lagego, Masdar sebesar Rp2 juta. Menurutnya, uang tersebut adalah untuk penandatangan surat keterangan pengalihan tanah garapan.
“Saya memang pernah menerima uang dari Kades untuk keterangan pengalihan tanah garapan dikarenakan itu adalah persyaratan untuk mendapatkan Prona. Oleh karena itu, saya sudah sampaikan kepada Kepala Desa agar tidak menggabungkan pengurusan pengalihan dengan pengurusan Prona karena nantinya akan membludak dan pastinya akan timbul perbedaan dan akhirnya orang bicara,” ungkap Meirani.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Badan Pertanahan Negara (BPN) Kabupaten Luwu Timur, Syarifuddin mengatakan jika dirinya tidak tahu menahu soal adanya ‘uang capek’ dari Kepala Desa Lagego tersebut, lantaran dirinya baru menjabat sebagai Kepala BPN Lutim tahun 2013 lalu.
Meski begitu, dia mengatakan pungutan terhadap masyarakat atas pengurusan sertifikat Prona sebesar Rp500 ribu per pemohon, dinilai memberatkan, dan diluar dari aturan.
Dia pun merincikan, sertifikat Prona tidak sepenuhnya gratis dikarenakan adanya biaya pra pelayanan terhadap masyarakat seperti, pembuatan surat keterangan dari desa, permohonan yang ditanda tangani materai 6.000 ribu tiga lembar dan pembuatan batas-batas tanah (Patok) sementara tanah diatas harga Rp60 juta akan dikenakan biaya pajak lima persen.
“Prona itu tidak seratus persen gratis karena ada biaya-biaya pra pelayanan yang harus diselesaikan oleh penerima sertifikat, namun kalau nilainya sebesar Rp500 ribu saya pribadi beranggapan jika nilai itu terlalu besar dan akan memberatkan masyarakat,” ungkap Syarifuddin.
Terkait ‘uang capek’ yang diberikan kepada petugas BPN yang melakukan peninjauan di lapangan, menurutnya hal itu juga tidak berdasar, sebab seluruh biaya petugas di lapangan telah sepenuhnya ditanggung oleh APBN.
“Yang dibebankan kepada APBN sendiri atau digratiskan adalah biaya penyuluhan, pengukuran, pengumpulan data fisik, penerbitan SK, Penerbitan sertifikat dan penyerahan. BPN pun tidak pernah menentukan biaya ke masyarakat baik biaya makan maupun transportasi dikarenakan sudah sepenuhnya ditanggung,” ungkap Syarifuddin.