Kepolisian Resor Luwu Timur melalui Kepala Kesatuan (Kasat) Reserse dan Kriminal (Reskrim), AKP Nur Adnan menyarangkan agar Pemerintah Daerah (Pemda) melalui Kesatuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP) melakukan penggusuran terhadap warga yang saat ini tengah menduduki lahan transmigrasi yang ada di Mahalola.
Hal ini disampaikan saat menggelar pertemuan dengan warga transmigrasi di ruang rapat fraksi DPRD Luwu Timur belum lama ini. Pertemuan itu dihadiri, Ketua DPRD Luwu Timur, Amran Syam, Wakil Ketua DPRD Luwu Timur, HM. Siddiq BM, Kadis Nakertransos, Mas’ud Masse.
Menurut Nur Adnan, pihaknya sudah berupaya melakukan penyelidikan terhadap kasus penyerobotan lahan transmigrasi tersebut. “Dalam aturannya, memang tidak dilakukan penahanan karena ancaman hukumannya hanya satu tahun delapan bulan dan itu juga bukan pasal pengecualian, kami juga hanya melakukan penyelidikan biasa nanti,” ungkap Nur Adnan.
Menanggapi pernyataan tersebut, Kepala Dinas (Kadis) Nakertransos Kabupaten Luwu Timur, Mas’ud Masse mengaku belum dapat mengambil langkah tegas termasuk penggusuran warga. Menurutnya, pemerintah masih menunggu proses hukum yang saat ini ditangani Mapolres Luwu Timur.
“Kami belum mau bertindak, kita tunggu saja proses hukumnya dan kami masih percaya dengan Polres dalam menuntaskan kasus ini,” ungkap Mas’ud.
Jika pihak kepolisian kesulitan dalam menangani kasus tersebut, kata Mas’ud, dirinya baru mengambil langah tegas dengan mengikuti saran dari pihak kepolisian. “Kami butuh pernyataan tertulis dari Polisi, setelah itu barulah kami menurunkan Satpol-PP untuk menggusur oknum yang masih bertahan dilahan transmigrasi itu,” ungkap Mas’ud.
Sekedar diketahui, pemerintah daerah melalui dinas Nakertransos telah mengadukan kasus penyerobotan lahan transmigrasi ini kepihak kepolisian pada bulan Mei 2013 lalu. Sejak adanya pengaduan itu, penyidik kepolisian juga sudah memanggil dan memeriksa puluhan nama-nama penyerobot lahan di UPT Mahalona Satuan Permukiman satu (SP.1) dan SP.2.
Dari hasil penyelidikan ini, beberapa warga masih bertahan dengan alasan mereka (warga) itu telah memiliki Surat Keterangan Tanah (SKT) dan telah membeli lahan tersebut. (*)