Luwu Timur Terhimpit Utang DBH Rp90 Miliar dari Pemprov Sulsel

Redaksi
Redaksi
Ilustrasi

Kabupaten Luwu Timur menjadi salah satu daerah yang paling terdampak akibat tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel).

Berdasarkan data yang dihimpun, hingga awal 2025, tercatat Rp90 miliar hak Luwu Timur dari pajak air permukaan (water levy) belum juga disalurkan oleh Pemprov Sulsel.

“Kami sudah berulang kali melayangkan surat kepada Pemprov Sulsel, tapi hingga saat ini belum ada kejelasan kapan dana ini akan dibayarkan,” ungkap Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Luwu Timur, Ramadhan Pirade, saat dikonfirmasi.

Dana tersebut, lanjut Ramadhan, sangat penting untuk mendukung berbagai program pembangunan daerah. “Dengan kondisi ini, tentu banyak agenda yang terhambat,” tambahnya.

Untuk diketahui, DBH yang tertunda ini berasal dari pajak atas pemanfaatan air oleh tiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang dikelola oleh PT Vale Indonesia, yaitu Larona (165 MW), Balambano (110 MW), dan Karebbe (90 MW). Pajak ini biasanya dibayarkan PT Vale setiap triwulan ke kas negara sebelum dibagi kepada Pemprov Sulsel dan Pemkab Luwu Timur.

Menurut skema, Luwu Timur berhak menerima 80 persen dari total pajak, sedangkan 20 persen sisanya untuk Pemprov Sulsel. Namun, hingga kini, hak Luwu Timur untuk triwulan kedua hingga keempat 2024 belum terpenuhi.

“Dana ini sangat strategis bagi kami, terutama untuk pembangunan infrastruktur dan program kesejahteraan masyarakat,” ujar Ramadhan.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi C DPRD Sulsel, Fadel Muhammad Tauphan Ansar, menyebutkan bahwa Luwu Timur bukan satu-satunya daerah yang terdampak. Secara keseluruhan, Pemprov Sulsel memiliki utang DBH sebesar Rp972 miliar untuk 24 kabupaten/kota.

“Total ini cukup besar, dan Luwu Timur merupakan salah satu daerah dengan tunggakan terbesar. Kita mendesak Pemprov segera menyelesaikan persoalan ini,” kata Fadel, beberapa waktu lalu.

Plt Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKAD) Sulsel, Salehuddin, menjelaskan bahwa keterlambatan pembayaran disebabkan oleh prioritas anggaran Pemprov untuk Pilkada Serentak 2024 sebesar Rp680 miliar, serta pelunasan utang kepada pihak ketiga senilai Rp679 miliar.

“Kami harus memilih prioritas, dan akhirnya pembayaran DBH untuk 20 kabupaten/kota, termasuk Luwu Timur, ditunda hingga 2025,” ujar Salehuddin.

Share This Article