Proyek rehabilitasi cagar budaya Istana Kedatuan Luwu di Kota Palopo menuai sorotan. Pemangku adat Kedatuan Luwu, Maddika Bua Andi Syaifuddin Kaddiraja, mempertanyakan pelaksanaan proyek senilai Rp1,8 miliar yang menurutnya melenceng dari rencana awal.
Menurut Andi Syaifuddin, pengusulan rehabilitasi awalnya mencakup perbaikan pagar istana dan atap Salassa yang sudah mengalami kerusakan. Namun, realisasi di lapangan justru berbeda. Anggaran yang berasal dari APBD Kota Palopo 2024 itu lebih banyak untuk pembangunan Baruga atau pendopo.
“Yang kami ajukan adalah perbaikan pagar dan atap Salassa karena kondisinya sudah memprihatinkan. Namun, yang jadi justru pembangunan Baruga,” ujar Andi Syaifuddin.
Dewan Adat Kedatuan Luwu pun menyimpulkan bahwa proyek rehabilitasi ini belum rampung. Karena itu, pihaknya menolak menandatangani surat serah terima pekerjaan.
“Kami sebagai penerima manfaat tidak bisa menerima pekerjaan ini dalam kondisi yang belum sesuai dengan perencanaan awal,” tegasnya.
Proyek ini dikerjakan oleh CV Keramik Jaya dengan CV Cipta Persada Consultant sebagai konsultan pengawas. Namun, hingga kini, belum ada penjelasan resmi dari pihak pelaksana proyek maupun pemerintah daerah terkait perbedaan antara rencana dan realisasi di lapangan.
Istana Kedatuan Luwu merupakan salah satu cagar budaya yang memiliki nilai sejarah tinggi bagi masyarakat Luwu. Keberadaannya sebagai simbol adat dan warisan leluhur menjadikan setiap perubahan terhadap struktur bangunan harus di lakukan dengan penuh kehati-hatian.
Dewan Adat Kedatuan Luwu meminta agar pemerintah Kota Palopo memberikan klarifikasi atas pelaksanaan proyek ini. Mereka juga mendesak agar rehabilitasi sesuai dengan kebutuhan utama istana, bukan sekadar pembangunan elemen tambahan.
Hingga berita ini terbit, belum ada tanggapan dari pihak terkait mengenai permasalahan ini.