Kabupaten Luwu Timur hingga kini belum memiliki aturan daerah khusus yang mengatur pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR).
Kekosongan regulasi ini menjadi sorotan serius dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD dan perwakilan kontraktor nasional mitra PT Vale, Rabu, 14 Mei 2025.
Anggota DPRD dari Fraksi PAN, Abdul Halim, menyebutkan bahwa absennya dasar hukum di tingkat daerah membuat penyaluran CSR tidak berjalan maksimal.
Meskipun perusahaan dan kontraktor menyatakan kesiapan, mereka terhambat oleh belum adanya payung hukum yang mengatur arah dan mekanisme pelaksanaan CSR.
“Sudah saatnya Luwu Timur punya regulasi sendiri soal CSR. Tanpa aturan, program ini terus menggantung,” ujar Halim.
Menurutnya, CSR bisa menjadi sumber daya penting bagi pembangunan daerah, terutama di sektor-sektor seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan ekonomi masyarakat desa.
Namun tanpa arahan yang jelas dari pemerintah daerah, pelaksanaannya rawan tidak tepat sasaran.
“Kita butuh kejelasan, baik bagi pelaku usaha maupun masyarakat penerima manfaat. Aturan lokal akan mengatur itu semua,” tegas legislator dari Dapil Angkona-Kalaena tersebut.
Halim juga menekankan bahwa kehadiran regulasi akan mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan CSR, sekaligus membangun kepercayaan publik terhadap program yang dijalankan perusahaan.