Rapat Panitia Khusus (Pansus) DPRD Luwu Timur terkait Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berlangsung dinamis dengan munculnya pembahasan kritis soal penting tidaknya mencantumkan indikator kegagalan dalam dokumen perencanaan pembangunan daerah tersebut.
Rapat yang digelar di Ruang Banggar DPRD, Selasa (3/6/2025), menampilkan perbedaan pandangan tajam antar fraksi di DPRD.
Anggota Fraksi PDIP, Mahading, menyuarakan perlunya memasukkan indikator kegagalan sebagai pelengkap dari indikator keberhasilan yang lazim dicantumkan dalam RPJMD.
Menurutnya, RPJMD tidak boleh hanya menampilkan sisi optimistis, tetapi juga harus memuat kemungkinan kegagalan sebagai bagian dari evaluasi dan transparansi.
“Seharusnya dicantumkan pula indikator kegagalan,” tegas Mahading.
Senada, Ketua Fraksi PDIP Muhammad Nur—akrab disapa Cicik—mendukung penuh pandangan tersebut.
Dia menilai kejelasan target dalam RPJMD juga menuntut adanya pengukur capaian secara objektif, termasuk kemungkinan tidak tercapainya target.
“OPD harus bekerja maksimal untuk mencapai target. Nah, di akhir periode, RPJMD akan jelas diketahui apakah tercapai atau tidak. Kita menghindari copy-paste dokumen,” kata Cicik.
Perbedaan pandangan datang dari Fraksi Golkar. Ketua Fraksi sekaligus Ketua Bapemperda, Aripin, menyatakan secara tegas bahwa pihaknya tidak setuju penggunaan frasa “indikator kegagalan” dalam dokumen RPJMD.
“RPJMD itu kitab suci Pemerintah Daerah untuk 5 tahun ke depan, bukan dokumen bisnis yang harus dihitung untung dan rugi,” ujarnya.
Menurut Aripin, keberhasilan atau kegagalan baru dapat dievaluasi di akhir periode pemerintahan, dan bukan sesuatu yang perlu dirancang atau diprediksi dalam bentuk indikator sejak awal.
“Golkar tidak setuju ada kata indikator ‘kegagalan’ di RPJMD,” tegasnya.
Perdebatan ini mencerminkan ketegangan antara semangat perencanaan akuntabel dan etos optimisme pemerintahan.
Pihak yang mendukung pencantuman indikator kegagalan berargumen demi transparansi dan evaluasi berbasis data, sedangkan yang menolak melihatnya sebagai bentuk pesimisme yang tidak selaras dengan semangat pembangunan.
Polemik ini menjadi bagian penting dalam penyusunan RPJMD yang akan menjadi pedoman pembangunan Kabupaten Luwu Timur selama lima tahun ke depan.