Dugaan penyalahgunaan dana Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Luwu Timur Gemilang (LTG) kembali menjadi sorotan. Dana sisa setoran modal sebesar Rp1,6 miliar yang seharusnya digunakan untuk investasi tambang Blok Pongkeru diduga mengalir ke aktivitas politik pada masa Pilkada 2024.
Inspektorat Luwu Timur mulai menelusuri aliran dana tersebut melalui audit internal. Hasil pemeriksaan dijadwalkan diserahkan kepada Bupati Luwu Timur, Irwan Bachri Syam, pada Senin (27/10/2025) mendatang.
“Masih kami dalami, tapi arah penggunaan dananya memang mengarah ke kegiatan politik,” ujar salah satu sumber di Inspektorat, Jumat (25/10/2025).
Awal Masalah: Penyertaan Modal dan Pinjaman Rp10 Miliar
Kasus ini berawal dari penyertaan modal PT LTG ke PT Pongkeru Mineral Utama (POMU), perusahaan joint venture yang ditunjuk sebagai pengelola tambang nikel di Kecamatan Malili yang bekerja sama dengan PT ANTAM (55%), PT LTG (27%), dan PT Sulawesi Citra Indonesia (18%). Proyek Pongkeru sempat digadang menjadi salah satu pilar ekonomi daerah.
Untuk memenuhi kewajiban modal ke PT POMU, PT LTG meminjam dana Rp10 miliar dari PT Aneka Mineral Nasional (AMN) pada 2024. Dari total pinjaman itu, Rp8,35 miliar digunakan sebagai setoran modal, sementara Rp1,65 miliar sisanya masih menjadi tanda tanya besar.
Pemeriksaan awal Inspektorat menunjukkan sisa dana tersebut tidak tercatat dalam aktivitas perusahaan. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa dana itu digunakan di luar kegiatan operasional, dan waktunya bertepatan dengan momentum Pilkada Luwu Timur 2024.
Jejak Politik di Proyek Pongkeru
Isu keterlibatan politik dalam pengelolaan proyek tambang Pongkeru sebenarnya sudah lama santer menjadi pembicangan publik, namun masih sebatas isu. Sejumlah mantan pejabat PT LTG dan PT POMU diketahui dekat dengan mantan Bupati Budiman sekaligus Calon Bupati pada Pilkada lalu. Dua nama yang kerap disebut adalah Saldy Mansur dan Iwan Usman, yang disebut-sebut memegang peranan strategis saat Budiman masih menjabat.
Kini, jajaran pucuk pimpinan PT POMU telah berganti. Akhsan Rahman menggantikan Saldy Mansur sebagai Komisaris Utama, sementara Ittong Sulle menggantikan Iwan Usman sebagai Direktur SDM dan CSR.
Pergantian ini dianggap sebagai langkah untuk memperbaiki tata kelola perusahaan agar lebih profesional dan bebas dari kepentingan politik.




