Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah (FUAD) UIN Palopo membuka ruang dialog budaya melalui pemutaran film dokumenter “A River in the Middle of the Sky”.
Kegiatan yang berlangsung di Auditorium Mini FUAD, Kampus 3 Temmalebba, Selasa (18/11/2025), menghadirkan ratusan mahasiswa serta unsur masyarakat pecinta budaya dan film dokumenter.
Ketua Prodi KPI, Jumriani, meresmikan kegiatan dan menekankan bahwa pemutaran film ini menjadi tonggak baru bagi prodi.
Selain untuk pertama kalinya menghadirkan pemateri dari luar negeri, kegiatan ini dianggap sebagai sarana memperkaya wawasan budaya mahasiswa melalui medium visual.
Jumriani mendorong mahasiswa agar menjadikan kegiatan ini sebagai pemantik kreativitas untuk menghasilkan dokumenter yang lebih eksploratif, terutama yang mengangkat kekayaan budaya lokal.
Dua sutradara film, Wahyu Al Mardhani dan Chris CF, turut hadir memimpin diskusi. Mereka menjelaskan alasan memilih budaya Toraja sebagai fokus utama film.
Menurut keduanya, masih banyak nilai budaya, ritual, dan narasi masyarakat yang belum terekspos media arus utama, sehingga perlu diangkat melalui karya dokumenter.
Film “A River in the Middle of the Sky” menampilkan unsur budaya, sejarah, dan ideologi Toraja yang menjadi fondasi alur cerita. Bagi para sutradara, karya ini relevan untuk memantik percakapan publik tentang identitas, keberagaman, dan hubungan masyarakat dengan tradisi.
Wahyu Al Mardhani juga mengungkapkan Palopo menjadi kota pertama dalam rangkaian perjalanan mereka menampilkan film tersebut di berbagai daerah.
Ia menilai film dokumenter memiliki segmen penonton yang terbatas, sehingga pembuat film perlu turun langsung ke masyarakat untuk memperluas apresiasi dan ruang dialog.
Antusiasme peserta terlihat sepanjang pemutaran film dan sesi tanya jawab. Banyak mahasiswa dan peserta umum yang aktif memberi pertanyaan, menunjukkan tingginya minat terhadap isu budaya lokal yang diangkat.
Melalui kegiatan ini, Prodi KPI FUAD UIN Palopo berharap dapat menghadirkan lebih banyak ruang dialog inklusif yang memperkuat pemahaman mahasiswa mengenai kekayaan budaya lokal. Mereka juga menegaskan komitmen memperluas peran film sebagai media pembelajaran dan komunikasi budaya.




