Kasus penganiayaan yang terjadi, di Pelabuhan, desa Bawalipu, Kecamatan Wotu, Luwu Timur, Rabu (10/1) 2016 lalu berlanjut ke Pengadilan Negeri (PN) Malili.
Sidang putusan yang telah digelar, Selasa 5 april kemarin dengan Terdakwa, Nurtang Alias Mama Ham dan Nurjaya alias Mama Ecce selaku saksi korban.
Saat sidang putusan itu, majelis hakim, Khairul telah memutuskan kalau terdakwa dinyatakan onstlag van alle rech vervolging atau lepas dari segala tuntutan hukum.
Terkait putusan itu, Jaksa penuntut Umum (JPU), Musyarrafah Asikin mengaku tidak menerima putusan tersebut dan telah menyatakan kasasi pada tanggal 6 April kemarin.
Sebelumnya, JPU telah menuntut terdakwa dengan pasal 351 ayat 2 yakni penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dengan ancaman hukuman 10 bulan penjara.
Menurutnya, dirinya menuntut terdakwa dengan ayat 2 dikarenakan perbuatan terdakwa nilai sangat berat yang mengakibatkan dua buah gigi saksi korban tanggal (copot), luka bengkak pada rahang atas kanan, dan luka lecet pada lutut sebelah kanan.
“Kami telah menyatakan kasasi tanggal 6 April 2016 kemarin. Menurut kami gigi yang tanggal itu kategori luka berat karena gigi saksi korban merupakan gigi permanent yang sudah tidak dapat tumbuh kembali sebagaimana gigi susu. Intinya gigi saksi korban sudah tidak bisa kembali seperti semula,” ungkap Musyarrafah, Kamis (7/4) kemarin.
Sebelumnya, penganiayaan itu terjadi disaat saksi korban, Nurjaya alias Mama Ecce mendatangi rumah milik Nurtang Alias Mama Ham.
Kedatangan saksi korban tersebut dalam rangka meminta kedua cucunya yang masih berumur sembilan tahun. Namun, niat saksi korban ini ditolak oleh terdakwa, Nurtang Alias Mama Ham dengan alasan belum diberi ijin dari orang tua sang cucu.
Saat itu, saksi korban terus mendesak terdakwa sampai terjadi perkelahian mulut yang berujung pada perkelahian antara saksi korban. Akibatnya, saksi korban mengalami luka berupa bengkak pada rahang atas kanan, gigi seri rahang bawah tanggal sebanyak dua buah, dan luka lecet pada lutut sbelah kanan.
Sementara itu, Wakil Ketua PN Malili, Khairul mengatakan, terdakwa melakukan pembelaan diri dengan alasan saksi korban tersebut telah mengeluarkan perkataan kasar terhadap dirinya.
“Saksi korban mendatangi rumah terdakwa, saat itu saksi korban mengeluarkan kata – kata kasar “pelacur”. Terdakwa menyuruh pulang namun terjadi perkelahian,” ungkap Khairul.
Pada prinsipnya, kata Khairul, terdakwa telah terbukti melakukan penganiayaan namun penganiayaan tersebut terjadi karena dilatar belakangani adanya upaya untuk membela diri disebabkan perkataan kasar dari saksi korban.
“Setelah adanya perkataan kasar dan terjadilah perkelahiran, dari perkelahian itu terjadilah penganiayaan. Cucunya juga bersaksi kalau dirinya lebih nyaman bersama tantenya (terdakwa) dan mengingat pesan dari bapaknya,” ungkapnya.
Dengan adanya amar putusan itu maka terdakwa telah dilepaskan dari tuntutan hukum dan dikeluarkan statusnya dari Rumah Tahanan (Rutan).
“Saksi lain yakni Marsuki (tetangga terdakwa) juga mengaku melihat dan mendengar langsung kalau saksi korban mengeluarkan kata – kata kasar,” kata Khairul.
Praktisi hukum, Abdul Kadir Wokanobun menilai kalau putusan majelis hakim tersebut aneh. “Ini aneh, bisa saja terjadi kekeliruan pada putusan kasus ini,” ungkapnya.
Wakil direktur ACC Sulawesi ini menambahkan, mestinya jika penganiayaan tersebut masuk dalam kategori penganiayaan berat maka dihukum sesuai perbuatannya berdasarkan fakta persidangan. “Sebaiknya memang jaksa harus kasasi,” ungkap Kadir.




