Rabu malam (25/12/2024), Sorowako, Kecamatan Nuha, yang biasanya tenang, mendadak gempar. Di tengah perayaan sederhana malam Natal, api membumbung tinggi dari sebuah rumah di kawasan Jalan Hobi. Dalam hitungan menit, si jago merah melahap habis tiga rumah, meninggalkan puing-puing, tangis, dan rasa duka yang mendalam.
Api, yang diduga berasal dari korsleting listrik, tak memberi ampun. Rumah-rumah yang mayoritas berbahan kayu menjadi bahan bakar sempurna. Tiga kepala keluarga kehilangan tempat tinggal dan seluruh barang berharga mereka. Namun, di balik kesedihan itu, ada satu kelegaan: tidak ada korban jiwa dalam insiden tersebut.
Meski tim pemadam kebakaran dari FES VALE tiba tak lama setelah laporan masuk, usaha memadamkan api berlangsung hingga pukul 22.00 WITA. Bantuan tambahan dari DAMKAR Towuti dan DAMKAR Wasuponda pun dikerahkan. Namun, sifat api yang rakus dan kondisi angin membuat upaya tersebut terasa seperti perlombaan yang tak seimbang.
“Ketika kami tiba, apinya sudah sangat besar. Rumah-rumah yang berdekatan dan terbuat dari kayu membuat penyebarannya tidak bisa dicegah,” ujar seorang petugas pemadam kebakaran.
Kini, yang tersisa hanyalah abu dan serpihan kenangan. Jalan Hobi dan Jalan Malunrungi dipenuhi warga yang datang untuk menyaksikan sisa-sisa tragedi itu. Di antara mereka, anak-anak terlihat menggenggam erat tangan orang tua mereka, mata mereka menyiratkan rasa takut dan kehilangan.
Bripka Muh Taufik dari Polres Luwu Timur menambahkan bahwa penyelidikan lebih lanjut sedang dilakukan untuk memastikan penyebab kebakaran. Namun, ia juga mengingatkan warga agar lebih berhati-hati terhadap instalasi listrik, terutama di musim hujan yang dapat meningkatkan risiko korsleting.
“Kadang kita lupa memeriksa kondisi kabel atau alat elektronik. Ini pelajaran pahit untuk kita semua,” katanya.
Pagi ini, Sorowako perlahan kembali normal, meski tragedi itu akan meninggalkan bekas yang mendalam di hati warganya. Peristiwa ini bukan hanya tentang kehilangan, tetapi juga tentang kekuatan kebersamaan. Warga telah menunjukkan bahwa di tengah duka, harapan tetap ada—dalam bentuk tangan-tangan yang saling membantu, dan hati-hati yang penuh empati.