Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) I Lagaligo Wotu kembali menjadi sorotan setelah Direktur RSUD, Andi Fajar Wella, dikabarkan mengundurkan diri dari jabatannya sejak 11 Februari 2025.
Kabar itu datang di tengah polemik pemutusan kontrak 175 tenaga kesehatan (nakes), yang memicu kekhawatiran terhadap keberlanjutan layanan kesehatan di rumah sakit tersebut.
Kabar pengunduran diri Andi Fajar Wella mengemuka di saat RSUD I Lagaligo dihadapkan pada ketidakpastian operasional akibat berkurangnya tenaga medis.
Untuk diketahui, pemerintah harus memutus kontrak sejumlah pegawai non asn menyusul kebijakan penghematan anggaran dan aturan baru terkait penggajian tenaga honorer.
Kebijakan ini diambil seiring dengan aturan pemerintah pusat yang melarang pembayaran gaji tenaga sukarela menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Di sisi lain, pelayanan medis terhadap pasien hingga kini masih berjalan normal. Salah seorang staf rumah sakit mengonfirmasi bahwa pengajuan nama pengganti telah dilakukan.
“Kami masih menunggu keputusan dari bupati. Yang pasti, pelayanan rumah sakit tetap berjalan seperti biasa,” ujarnya tanpa menyebut nama.
Para tenaga medis memastikan bahwa kebutuhan pasien tetap menjadi prioritas utama. Perubahan di tingkat manajemen tidak mempengaruhi pelayanan langsung kepada masyarakat.
Situasi ini memicu respons dari berbagai pihak. Tokoh pemuda Luwu Timur, Alpian, menyoroti dampak dari transisi kepemimpinan di RSUD I Lagaligo yang bertepatan dengan pengurangan tenaga kesehatan.
“Kami berharap pemerintah daerah segera mengambil langkah konkret untuk memastikan stabilitas layanan kesehatan. Jangan sampai masyarakat yang menjadi korban dari ketidakpastian kebijakan ini,” ujar mantan Anggota DPRD Luwu Timur itu.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak rumah sakit maupun pemerintah daerah terkait alasan pengunduran diri direktur. Publik pun menanti langkah strategis yang akan diambil untuk memastikan layanan kesehatan tetap berjalan optimal di tengah dinamika yang terjadi.