Rumah Sakit Towuti, yang dibangun dengan dana daerah sebesar Rp 3,7 miliar, belum sempat melayani satu pun pasien. Namun plafon di salah satu bagiannya sudah lebih dulu ambruk. Gedung anyar yang seharusnya menjadi simbol kemajuan pelayanan kesehatan itu kini justru menyisakan tanda tanya besar soal kualitas konstruksinya.
Kondisi itu ditemukan saat rombongan DPRD Luwu Timur yang dipimpin oleh Wakil Ketua I, Muhammad Siddiq BM, melakukan peninjauan langsung ke lokasi proyek. “Baru selesai dibangun, belum diresmikan, tapi sudah rusak. Ini tidak bisa ditolerir,” kata Siddiq, Senin pekan ini.
Proyek pembangunan RS Towuti dikerjakan oleh kontraktor lokal, CV Bintang Mahalona Perkasa, dengan pendanaan dari APBD 2024. Meski secara administratif proyek telah rampung, kondisi fisik bangunan justru menimbulkan kecurigaan terhadap kualitas pengerjaan.
“Kita akan panggil pihak rekanan. Mereka harus bertanggung jawab penuh atas kerusakan ini dan segera memperbaikinya,” tegas Siddiq. Menurutnya, kejadian seperti ini mencerminkan lemahnya pengawasan teknis dalam pelaksanaan proyek infrastruktur publik.

Kasus RS Towuti menambah deret panjang proyek pemerintah daerah yang selesai di atas kertas namun bermasalah dalam pelaksanaan. Sayangnya, hal ini bukan kali pertama terjadi di Luwu Timur. Sebagian pengamat menilai, akar persoalan kerap terletak pada kombinasi antara rendahnya kualitas perencanaan dan minimnya sanksi terhadap kontraktor yang tidak profesional.
DPRD berjanji akan mengawal persoalan ini hingga tuntas. “Kami tidak ingin uang rakyat dibuang untuk bangunan yang rapuh sebelum digunakan. Ini soal tanggung jawab moral dan hukum,” ujar Siddiq.
Sementara itu, pihak kontraktor belum memberikan tanggapan resmi.