Ratusan massa yang tergabung dalam Aliansi Demokrasi Damai menggelar aksi unjuk rasa di kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Palopo, Sulawesi Selatan, Rabu (2/4/2025) sore.
Mereka menuntut agar pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) diambil alih oleh Bawaslu Sulsel, menyusul dugaan ketidaknetralan Bawaslu Kota Palopo dalam menangani proses pemilu.
Demonstran menilai Bawaslu Kota Palopo tidak independen dalam mengawal jalannya pemilihan, terutama setelah adanya oknum di lembaga itu yang menyebarkan informasi soal rekomendasi diskualifikasi terhadap pasangan calon nomor urut 4, Naili Trisal – Akhmad Syarifuddin.
Aksi massa yang semula berlangsung di luar kantor Bawaslu berujung ricuh ketika mereka mencoba memasuki gedung, namun mendapati kantor dalam keadaan kosong. Aparat TNI dan Polri dikerahkan untuk mengamankan situasi.
Koordinator aksi, Abdul Thayyib Wahid, menuding Bawaslu Kota Palopo tidak bekerja secara profesional dan lebih berpihak pada salah satu pasangan calon.
Salah satu bukti yang dikemukakan adalah unggahan status WhatsApp Komisioner Bawaslu Kota Palopo, Widianto, yang menampilkan tangkapan layar berita tentang diskualifikasi pasangan calon tertentu.
“Kami melihat ini sebagai bentuk keberpihakan yang nyata. Bawaslu Kota Palopo tidak lagi dapat dipercaya untuk menangani PSU. Karena itu, kami mendesak agar Bawaslu Sulsel mengambil alih seluruh proses pengawasan dan pelaksanaan pemungutan suara ulang di Palopo,” tegas Thayyib.
Demonstran juga meminta klarifikasi terkait dasar hukum rekomendasi diskualifikasi yang dikeluarkan oleh Bawaslu Kota Palopo.
Menurut mereka, hukuman percobaan yang pernah dijalani Akhmad Syarifuddin sudah melampaui batas lima tahun sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024, sehingga tidak seharusnya menjadi dasar diskualifikasi.
“Kami akan melaporkan persoalan ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Polres Palopo jika tidak ada tindak lanjut dari tuntutan kami. PSU harus diawasi oleh pihak yang benar-benar netral,” tambah Thayyib.
Menanggapi hal ini, Komisioner Bawaslu Kota Palopo, Widianto, membantah tuduhan keberpihakan dan menjelaskan bahwa unggahannya di WhatsApp bertujuan mengklarifikasi informasi yang beredar.
“Saya mengunggah berita itu untuk menunjukkan bahwa informasi tersebut hoaks. Justru saya ingin meluruskan kesalahpahaman yang ada,” ujarnya.
Namun, pernyataan itu tak meredakan tuntutan demonstran yang tetap bersikeras bahwa Bawaslu Sulsel harus turun tangan.
Mereka menganggap bahwa independensi dan integritas pemilu di Palopo tidak bisa lagi dipercayakan kepada Bawaslu setempat.