Dalam upaya menjawab tantangan pengelolaan sampah yang semakin kompleks, Pemerintah Kabupaten Luwu Timur mengambil langkah strategis dengan mengembangkan sistem pengolahan sampah berbasis Refuse-Derived Fuel (RDF).
Teknologi ini akan mulai dibangun pada tahun 2026 dan diharapkan menjadi solusi berkelanjutan terhadap masalah sampah sekaligus mendukung transisi energi ramah lingkungan.
Refuse-Derived Fuel (RDF) merupakan metode modern pengelolaan sampah yang mengubah limbah padat menjadi bahan bakar alternatif. Proses ini melibatkan pencacahan, pengeringan, dan penyeragaman ukuran sampah agar memiliki nilai kalor tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi pengganti batu bara di industri, terutama sektor pembangkit listrik dan semen.
“Teknologi RDF bukan hanya soal pengurangan volume sampah. Ini adalah jawaban atas dua tantangan sekaligus, yakni pengelolaan sampah yang efektif dan penyediaan energi yang berkelanjutan,” ujar Bupati Luwu Timur, Irwan Bachri Syam.
BACA JUGA: Lutim Siap Miliki Sistem Pengelolaan Sampah Modern pada 2026
Mengapa RDF?
Saat ini, sebagian besar Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Luwu Timur masih menggunakan sistem open dumping, yang tidak ramah lingkungan dan menyalahi amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sistem ini berpotensi mencemari tanah, air, dan udara, serta tidak memiliki nilai tambah ekonomi.
Teknologi RDF hadir sebagai solusi dengan pendekatan waste-to-energy. Selain mengurangi sampah yang dibuang ke TPA, RDF mampu mendukung sektor industri dengan bahan bakar alternatif yang lebih bersih dan efisien.
Pemerintah Kabupaten Luwu Timur telah menetapkan sekitar kawasan Enggano Camp sebagai lokasi rencana pembangunan fasilitas RDF.
Proses perizinan sedang berlangsung, dan pembangunan dijadwalkan dimulai pada tahun 2026. PT Vale Indonesia disebutkan sebagai mitra strategis dalam pengembangan ini, mengingat wilayah operasionalnya mencakup sebagian besar area pemberdayaan yang terdampak oleh isu pengelolaan sampah.
Selain fasilitas RDF, tahun 2025 ini juga akan dibangun Tempat Pengolahan Sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di Desa Baruga, Kecamatan Towuti, sebagai penguatan sistem berbasis masyarakat.
Dampak Lingkungan dan Sosial
Dengan adanya RDF, Kabupaten Luwu Timur akan mampu mengurangi ketergantungan pada TPA konvensional, menghemat lahan, serta menurunkan emisi gas rumah kaca dari pembusukan sampah organik.
Di sisi lain, RDF membuka peluang kerja baru dalam sektor daur ulang, transportasi, dan pengelolaan limbah industri.
Pemerintah daerah juga menekankan pentingnya pelibatan masyarakat dalam memilah sampah dari sumbernya agar kualitas RDF yang dihasilkan optimal.
“Langkah ini bukan sekadar proyek, tapi bagian dari visi besar Luwu Timur menjadi kabupaten yang hijau, mandiri energi, dan berdaya saing,” tegas Irwan.
Dia menambahkan bahwa seluruh elemen pemerintah, swasta, dan masyarakat harus bekerja sama demi keberhasilan implementasi RDF ini.
Sebelumnya pada tahun 2023, Kabupaten Pangkep telah meresmikan RDF Plant Badriah, yang merupakan fasilitas RDF pertama di Indonesia Timur. Fasilitas ini dibangun melalui kerja sama antara Pemerintah Kabupaten Pangkep, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, dan PT Semen Tonasa, serta didukung oleh pendanaan dari Pemprov Sulsel dan Pemkab Pangkep.