Teriakan sirene pecah di udara. Suara alarm menggema dari seluruh penjuru Lapangan Merdeka Malili, menandai dimulainya simulasi darurat yang hari itu bukan sekadar pertunjukan, tapi pelajaran hidup.
Di tengah keramaian dan kesibukan petugas, Bupati Luwu Timur, Irwan Bachri Syam, berdiri tegak mengenakan seragam biru. Wajahnya serius, menandakan bahwa yang berlangsung bukan hal biasa.
Rabu pagi (18/06/2025), Malili tidak seperti biasanya. Lapangan Merdeka berubah menjadi pusat tanggap darurat, lengkap dengan tenda evakuasi, dapur umum, dan posko kesehatan.
Simulasi Rencana Tindak Darurat (RTD) untuk Bendungan Seri Sungai Larona digelar sebagai kolaborasi antara Pemerintah Kabupaten Luwu Timur, BPBD, dan PT Vale Indonesia Tbk.
“Jika bencana benar-benar datang, waktu kita sangat terbatas. Maka satu-satunya cara menyelamatkan nyawa adalah dengan kesiapan,” tegas Irwan dalam sambutannya.
Irwan menyampaikan bahwa simulasi ini menjadi sangat penting karena mencakup ancaman serius dari tiga bendungan besar milik PT Vale yang membentang di Sungai Larona.
Jika terjadi kegagalan struktur, kata dia, lebih dari 12.000 jiwa dan potensi kerugian Rp300 miliar bisa menjadi kenyataan kelam. Maka, hari ini, simulasi bukan pilihan, tapi keharusan.
Simulasi berlangsung dengan skenario yang dramatis. Alarm Siaga berbunyi. Evakuasi dimulai. Para tenaga medis, BPBD, TNI, Polri, serta relawan lintas organisasi bekerja layaknya sedang menghadapi bencana nyata.
Seorang warga diperankan mengalami cedera parah—leher disangga, kaki dibebat, lalu dibawa ke tenda medis. Petugas SAR melakukan prosedur penyelamatan yang cepat dan tepat.
Di tengah situasi tegang, Early Warning System (EWS) milik PT Vale turut diperkenalkan.
Aplikasi ini, yang kini tersedia di AppStore, diharapkan dapat memberikan peringatan dini kepada warga sekitar bendungan, sehingga mitigasi bisa dimulai bahkan sebelum alarm fisik berbunyi.
“Ini bentuk tanggung jawab kami, meski kami berharap tidak pernah digunakan dalam kondisi nyata,” ujar Head of Mine Operation PT Vale Indonesia, M Iqbal Alfarobi.
Ketika alarm “Awas” dinyalakan, kepanikan terlihat disimulasikan lebih intens. Ratusan warga digerakkan menuju muster point, logistik mulai dikirim, tenda darurat penuh aktivitas.
Semua tampak seperti tengah menghadapi tragedi besar. Tapi justru di balik skenario ini, ada satu pesan kuat yang ingin disampaikan, Luwu Timur tak ingin menjadi korban tanpa persiapan.
Ketika alarm terakhir berbunyi, status berganti jadi “AMAN”. Suasana berubah lebih hangat. Bupati, Wakil Bupati Puspawati Husler, dan pejabat lainnya membaur bersama warga, mengikuti sesi makan siang bersama dan pengisian kuesioner evaluasi.
Lebih dari sekadar rutinitas lima tahunan, simulasi ini menunjukkan bahwa Luwu Timur serius soal mitigasi bencana. Dengan sinergi antara pemerintah daerah, perusahaan, dan masyarakat, mereka membangun kesadaran baru: bahwa keselamatan adalah tanggung jawab bersama.