
Saat ini kita kembali ribut tentang Pemilukada langsung atau perwakilan. Pemilukada langsung dianggap memakan biaya besar, dari segi penyelenggaraan maupun calon yang maju, biang kolusi, korupsi, belum lagi ekses politik dan sosial yang lain. Sedang Pemilukada oleh DPRD dianggap sebagai pembunuh kedaulatan rakyat, sogokan akan massif kepada anggota DPRD, mengembalikan otoritarianisme.
Semua berbicara tentang biaya politik, dengan segala eksesnya, padahal Itu semua sekedar alat, mekanisme, prosedur. Politik hanyalah alat untuk memperjuangkan sistem ekonomi, sebagaimana lahirnya politik liberal melalui revolusi Perancis, merobohkan monarkhi absolut, yang menghambat perkembangan ekonomi kapitalis yang saat itu sedang tumbuh.
Jadi mau Pemilukada langsung atau perwakilan, tanpa membongkar sistem ekonomi liberal, dengan mencabut semua produk UU yang berwatak liberal itu, hanyalah omong kosong, tidak akan mengubah apapun bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Karena pada akhirnya tetap kapitalisme, imperialisme yang berkuasa atas tanah air dan bangsa Indonesia! Yang berubah hanyalah Posisi Politik, jika Pemilukada langsung lembaga survey yang berkuasa, jika perwakilan, Partai Politiklah yang berjaya, tetapi nasib bangsa Indonesia tetap sama saja, sami kemawon!
Jika mau bersungguh-sungguh, melaksanakan cita-cita Proklamasi 17-8 1945, menegakkan Pancasila, demokrasi dengan segala instrumennya haruslah ditujukan semata-mata untuk kepentingan masyarakat Indonesia yang adil makmur, lahir batin.
Itulah Pancasila, itulah cita-cita Proklamasi 17-8-1945, Pancasila adalah Gotong Royong, Pancasila anti terhadap kapitalisme, imperialisme. Sudah sangat jelas dan tegas, dalam sistem ekonomi kita, implementasi dari Pancasila adalah Pasal 33 UUD Proklamasi 1945. Selamat bertempur, kita memang suka ribut, meributkan hal remeh temeh yang tidak ada hubungan dengan nasib bangsa Indonesia, selain kepentingan mereka sendiri!
Penulis:
