Agenda reses pertama sejak anggota DPRD Luwu Utara periode 2014-2019 menjabat, dimanfaatkan oleh para legislator dari Daerah Pemilihan (dapil) 4 melakukan kunjungan mereka ke Kecamatan Rampi, Kamis (6/11/14).
Dalam kunjungan ini, Ketua DPRD Luwu Utara, Mahfid Yunus juga ikut serta dalam rombongan reses kali ini. Kepada luwuraya.com, Mahfud mengatakan dalam reses anggota DPRD Lutra yang pertama ini, selain sebagai tugas rutin juga melihat langsung rencana penyusunan anggaran, terutama anggaran
fisik yang akan realisasikan di kecamatan Rampi, khusus anggaran fisik pembangunan jalan poros Masamba – Rampi.
“Jadi kita adakan pertemuan dengan masyarakat Rampi,” ujarnya.
Menurutnya, semua anggota dewan yang berada di dapil empat wajib mengikuti reses ini. “Proses dan tujuan tidak kalah pentingnya sehingga kita harus ikuti proses, anggota DPRD dari dapil empat hari ini
melakukan reses di kecamatan rampi melalui jalur darat dengan jarak tempuh 80,6 kilometer, tahun 2016-2017 jalan poros Masamba-Rampi sudah bisa dinikmati masyarakat,” ungkap Mahfud.
Secara geografis, Rampi terletak di ketinggian 1.635 Km dari permukaan air laut dengan jarak 84 Km dari Ibu Kota Luwu Utara Masamba dan luas wilayah 1.565 km2 berpenuduk 2.789 jiwa (1643 lelaki 1146 perempuan) dan 770 Kepala Keluarga.
Untuk menjangkau daerah tersebut hanya dapat ditempuh lewat udara (pesawat) dan kendaraan roda dua namun ada juga yang memilih jalan kaki yang ditempuh selama 3-4 hari. Kondisi jalanannya saat ini sangat memprihatinkan akibat longsornya badan jalan dibeberapa titik sepanjang jalan poros Masamba-Rampi.
Kecamatan Rampi sendiri mempunyai 7 desa, yakni Tedeboe,Hulaku,Onondoa,Leboni,Muhale dan Dodolo dan Rampi. Wilayah adat rampi terdiri dari enam kampung adat dan setiap kampung adat di pimpin oleh Tokey dan di bawahi oleh Tokey Tongko (pemimpin besar).
Masyarakat adat rampi sampai saat ini tetap mempertahankan Budaya peninggalan leluhur masih mewarnai kehidupan masyarakat seperti, tradisi penyambutan tamu diwarnai penyerahan ayam jantan putih, telur dan beras sebagai simbol kejantanan, keperkasaan untuk mengayomi dan melindungi masyarakat agar masyarakat hidup makmur dan sejahtera.
Budaya tukar menukar barang (barter) barang baik barang kebutuhan primer maupun sekunder. Baju dari kulit pohon, kebiasaan masyarakat membuat baju yang terbuat dari kulit pohon. Kulit pohon yang diambil dari hutan dikemas dan diolah secara tradisional untuk dijadikan selimut ataupun baju yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.