Pemerhati tender Luwu Timur, Erwin Sandi menilai jika terjadi kerugian negara pada proyek pembangunan kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Malili ini itu disebabkan karena kesengajaan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Heriwanto D Manda.
Menurutnya, dirinya sudah mengingatkan terlebih dahulu agar proyek tersebut segera dilakukan pemutusan kontrak sejak bobot pekerjaan mencapai 30 persen namun dia (PPK) tidak mengindahkannya. Malah, PPK memilih berkonsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) wilayah Sulawesi Selatan.
“Hasil konsultasi mereka (PPK) dengan BPK juga disarankan agar dilakukan pemutusan kontrak,” ungkap Erwin.
Dengan melakukan konsultasi dengan BPK, kata Erwin, ini adalah bukti kesengajaan dan pembiaran yang dilakukan oleh PPK untuk mengulur waktu pemutusan kontrak sehingga kembali melakukan pencairan anggaran 70 persen.
“Harusnya PPK mengambil langkah tegas pada saat itu dan tidak lagi mencairkan anggaran hingga 70 persen dari nilai kontrak sebab PPK sudah tahu kalau pekerjaan ini bermasalah bukankah sangat jelas pada Perpres 70 tahun 2012,” ungkap Erwin.
Dirinya pun mempertanyakan sertifikat Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) yang PPK miliki ini. Pasalnya, secara administrasi PPK mestinya sudah memahaminya. Sebab kata Erwin, PPK tidak bekerja pada akhir pengadaan, PPK sudah mulai bekerja sejak perencanaan pengadaan sehingga dia orang yang paling mengetahui tentang barang dan jasa yang akan diadakan tersebut.
“Apabila terjadi kesalahan pada proses pengadaan barang dan jasa yang disebabkan karena kesalahan perencanaan maka PPK juga bertanggung jawab terhadap hal tersebut sebab PPK wajib mengetahui proses pengadaan barang dan jasa secara utuh dan lengkap serta memahami hal-hal apa saja yang dievaluasi oleh panitia serta kelemahan-kelemahannya,” ungkap Erwin.
Sementara itu, PPK proyek pembangunan kantor PDAM Malili, Heriwanto D Manda yang coba dikonfirmasi melalui via telepon, Kamis (25/12/14) tidak berhasil, handponenya dalam keadaan tidak aktif.
Sebelumnya, dirinya (PPK) tidak tahu tentang adanya blacklist pada perusahaan ini. Menurutnya, dirinya hanya diberikan amanah menjadi PPK oleh pimpinan (Kadis) setelah dilakukan penetapan pemenang yang ditanda tangani oleh ketua pokja, Andi Ikhsan Bassaleng.
“Saya hanya diperintahkan menjadi PPK setelah adanya penetapan pemenang, saat itu pekerjaan tersebut sudah mencapai 30 persen dan rekanan dalam pengurusan pencairan,” ungkap, Heriwanto.
Ditanya terkait langkah yang harus dilakukan, dirinya akan melakukan konsultasi terlebih dahulu kepada pihak pokja ULP. “Saya konsultasi dulu dengan pihak ULP jika hal ini benar adanya maka kita akan mengambil langkah tegas, kemungkinan dilakukan pemutusan kontrak,” ungkap Heriwanto saat dikonfirmasi diruang kerjanya, Jum’at (12/09/14) lalu.
Sekedar diketahui, proyek pembangunan kantor PDAM Malili dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tahun 2014 dengan anggaran senilai Rp999.419.000 juta. Proyek ini dimenangkan CV Hadi Prima Jasa dimana perusahaan tersebut sudah masuk dalam daftar hitam atau blacklist oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) pada Satuan Kerja (satker) Kementerian Kehutanan (kemenhut) Makassar sejak tanggal 6 Maret tahun 2014 lalu dengan Nomor: SK.50/SMKHUTNM-1/2014.
Namun Kelompok Kerja (Pokja) Unit Layanan Pengadaan (ULP) Luwu Timur mengikutsertakan hingga memenangkan perusahaan tersebut pada bulan Mei 2014 dengan alasan perusahaan melampirkan surat keterangan bebas temuan dari Kepala Bagian (Kabag) Hukum Perundang-undangan Kabupaten Luwu Utara. Padahal, isi dalam surat tersebut menerangkan jika surat ini tidak berlaku di luar daerah Luwu Utara. (*)




