Sejatinya saung itu adalah sebuah bangunan kecil, terbuat dari kayu, beralas papan dan beratap rumbia, yang terdapat di sawah, yang menjadi tempat aktivitas lanjutan petani usai melakukan kegiatan di persawahan.
Biasanya petani menjadikan saung sebagai tempat istirahat, atau tempat untuk makan/minum bersama dengan petani lainnya. Dalam keadaan lelah pun, saung bisa berfungsi sebagai tempat mengeksekusi rasa kantuk alias tidur atau sekadar berbaring melepas lelah.
Saung jelas berbeda dengan gazebo. Saung bersanding dengan sawah dan kebun, sementara gazebo bersanding dengan gedung-gedung tinggi. Itu gambaran umum sebuah saung tani yang ada selama ini.
Kesan sederhana selalu menjadi ciri khas bangunan kecil namun mempunyai manfaat yang besar tersebut. Namun, tahukah Anda jika di Desa Buangin kelak akan berdiri sebuah bangunan megah dengan konstruksi bangunan menggunakan semen dan ditembok, serta berlantai dua.
Berdirinya saung tani tersebut di lokasi hamparan sawah milik Kelompok Tani Tanangkai adalah bagian dari program Desa Suluh Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKP3) Kabupaten Luwu Utara.
“Kita patut bersyukur karena saung tani ini nantinya akan dimanfaatkan oleh semua kelompok tani di desa ini. Jadi, tidak hanya petani di tempat ini yang manfaatkan, tetapi juga kelompok lain di Desa Buangin. Namanya juga Desa Suluh. Jadi, ruang lingkup penerima manfaatnya adalah desa, meski dibangun di Poktan Tanangkai,” begitu Marthina Simon menjelaskan keberadaan Saung Tani tersebut.
Menurut Kepala BKP3 Lutra ini, hadirnya saung tani adalah salah satu bentuk kepedulian pemerintah dalam meningkatkan antusiasme masyarakat petani dalam melakukan usaha pertaniannya, khususnya padi sawah.
Dia mengajak mundur ke belakang di era Presiden Soeharto di mana gelora dan semangat petani begitu menyala, sehingga produksi pertanian bisa terus meningkat. Sejalan dengan misi Pemerintahan Jokowi-JK di sektor pertanian, maka sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mengembalikan euforia masa lalu tersebut.
“Saat era Orde Baru, pertanian kita begitu menggelora, petani banyak yang sejahtera. Jadi tidaklah heran kalau pemerintahan Jokowi ingin mengulangi nostalgia pertanian kita, dengan menjadikan Indonesia berswasembada pangan pada 2017 mendatang. Olehnya itu, sudah menjadi kewajiban kita untuk mem-back up semangat nawacita pak Jokowi dengan berupaya mengembalikan euforia masa keemasan pertanian kita,” jelas Marthina seraya menambahkan, dengan adanya saung tani, masyarakat bisa lebih termotivasi dalam meningkatkan kesejahteraan mereka.
Sementara itu, Kepala Bidang Penerapan Teknologi BKP3, Edy Abidin, menjelaskan bahwa Desa Suluh adalah program percontohan pertama di Sulawesi Selatan, di mana dua kegiatan di dalamnya adalah pemanfaatan pola pekarangan secara konseptual dan pembangunan sanggar tani.
Khusus sanggar tani, kata Edy, dana yang diggunakan merupakan sharing antara pemerintah dan swadaya masyarakat. “Salah satu nilai plus dari saung tani yang kita bikin adalah dana yang dipakai adalah hasil sharing antara pemerintah dan swadaya masyarakat. Dan bisa kita lihat nanti setelah bangunan ini rampung 100 persen,” terang Edy lagi.
Di tempat terpisah, Sekretaris Poktan Tanangkai, Andi Parombean Agub, mengungkapkan, perasaan bahagianya dengan berdirinya satu-satunya saung tani berlantai dua tersebut.
“Alhamdulillah, saung tani ini akan kita gunakan sesuai fungsinya dan kita akan mengundang semua poktan yang ada untuk melakukan pertemuan terkait pertanian,” ujar Andi.
Petani yang akrab disapa Andi Maming ini mengungkapkan, beberapa waktu lalu seorang petani dari Sidrap datang berkunjung ke lokasinya dan kaget melihat saung tani yang belum rampung itu. “Kemarin saja pak, ada petani dari Sidrap datang, dia kaget lihat ini bangunan. Dia bilang, barusan saya liat saung tani seperti ini, megah dan besar,” tandas Andi.




