Komisi III DPRD Kabupaten Luwu Timur menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait polemik pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji karyawan, Jumat (25/04/2025).
Rapat berlangsung di Ruang Aspirasi DPRD Lutim dan melibatkan sejumlah pihak, termasuk manajemen PT Vale Indonesia, PT Leighton Contractors Indonesia (LCI), PT Tri Machmud Jaya, PT Bangunindo Karya Lutama, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Luwu Timur, serta Jaringan Koalisi Aktivis Mahasiswa Luwu Timur (Jakam Lutim).
Rapat dipimpin oleh Badawi Alwi dari Komisi III DPRD Lutim. Dia menegaskan, RDP ini dilakukan untuk menindaklanjuti keluhan para pekerja dari beberapa perusahaan yang merasa haknya atas THR tidak dipenuhi.
“Kita hadirkan pihak perusahaan, Departemen CMT PT Vale, dan Disnaker agar semua pembahasan mengacu pada aturan dan mendapat kejelasan hukum,” ujarnya.
Perwakilan PT LCI, Sri, menjelaskan bahwa perusahaan telah membayar THR kepada karyawan aktif.
Namun, belasan karyawan yang tidak mendapatkan THR disebabkan karena masa kontrak kerja mereka telah berakhir pada 14 Maret 2025, sebelum hari raya. Dia merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 sebagai dasar hukum.
Menanggapi hal tersebut, perwakilan Disnaker, Nasruddin, menegaskan bahwa sesuai pasal 7 ayat 3 Permenaker Nomor 6 Tahun 2016, pekerja dengan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang kontraknya habis sebelum hari raya memang tidak berhak menerima THR, bahkan jika berakhir hanya sehari sebelum hari raya.
Namun, Ketua Umum Jakam Lutim, Opu Jois, mengkritik penerapan aturan tersebut. Dia menyebut aturan itu berpotensi dimanfaatkan perusahaan untuk menghindari kewajiban membayar THR, dengan mengatur masa kontrak berakhir tepat sebelum hari raya meskipun karyawan telah bekerja lebih dari setahun.
“Kalau ini jadi acuan, perusahaan bisa mengatur kontrak berakhir sebelum lebaran untuk lepas dari kewajiban THR. Ini sangat merugikan pekerja,” ujarnya.
Jois juga menekankan bahwa dalam aturan yang sama disebutkan pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan tetap berhak menerima THR, sehingga perlu dikaji ulang.
Menanggapi diskusi yang berkembang, Badawi Alwi menyimpulkan bahwa permasalahan ini belum selesai dan masih butuh kajian lanjutan.
“Kami akan agendakan rapat kerja lanjutan dengan melibatkan seluruh pihak termasuk tenaga ahli untuk membedah regulasi yang ada secara komprehensif,” pungkasnya.




