Pasca pemutusan kontrak pada proyek pembangunan Stadion Malili, di Kecamatan Malili, Kabupaten Luwu Timur, membuat perusahaan rekanan yakni PT Nindya Karya masuk dalam daftar hitam rekanan atau black list.
Kepala Inspektorat Luwu Timur, Amir Kapeng yang dikonfirmasi terkait pemutusan kontrak proyek stadion Malili mengatakan, salah satu resiko dari pemutusan kontrak tersebut yakni memasukkan PT Nindya karya dalam daftar hitam rekanan.
“Tentu di-blacklist, itu sudah resiko jika terjadi pemutusan kontrak. Tetapi kemungkinan blacklist ini hanya bersifat lokalan, tidak berlaku nasional, karena PT Nindya Karya yang menjadi rekanan di proyek ini memberikan kuasa direktur pada cabangnya di Makassar,” ujar Amir.
Untuk diketahui, PT Nindya Karya merupakan salah satu perusahaan badan Usaha Minik Negara (BUMN) pada bisnis utamanya dibidang jasa kontruksi. Perusahaan ini merupakan hasil nasionalisasi dari perusahaan Belanda yang dahulu bernama NV Nederlands Aannemings Maatschappy (NEDAM) Vorheen Firma H.F.Boersm.
Sementara itu, Pengawas Lapangan PT Nindya Karya Chandra, mengatakan sebelum Pemkab Lutim melakukan pemutusan kontrak proyek pembangunan stadion, justru pihaknya telah lebih dahulu mengajukan permohonan mundur dengan segala resikonya.
“Jauh sebelum Pemkab memutus kontrak, kami sudah menarik diri dari proyek tersebut,” kata Chandra.
Dia pun merincikan, sejak awal melakukan kerjasama dengan Pemkab Lutim, pihak perusahaan telah melihat banyak sistem yang berjalan tidak sesuai aturan main. “Sehingga kami memutuskan untuk tidak melanjutkan pekerjaan,” ujarnya.
Untuk diketahui, Pemerintah Luwu Timur akhirnya mengambil langkah tegas dengan memutus kontrak pengerjaan proyek multy years Stadion Malili, yang memakan anggaran mencapai Rp44 miliar. Anggaran proyek ini berasal dari APBD Kabupaten Luwu Timur sejak tahun 2011 hingga 2014.
Pemutusan kontrak itu menyusul rekanan yakni PT Nindya Karya dianggap gagal menyelesaikan proyek yang dikerjakan sejak November 2013 itu. Pasalnya, proyek itu tidak tuntas pekerjaannya hingga 15 Agusutus 2014, yakni batas waktu penyelesaian proyek sesuai dengan Surat Perjanjian Addendum antara Pemerintah kabupaten Luwu Timur dengan perusahaan BUMN ini.
Terkait dengan pemutusan kontrak itu, Pemkab Lutim melakukan langkah-langkah lanjutan yakni mencairkan jaminan pelaksanaan proyek yang diterbitkan oleh penjamin PT Askrindo senilai Rp2,2 miliar untuk disetor ke kas daerah, dan mendesak kepada rekanan untuk mengembalikan kelebihan pembayaran berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI sebesar Rp62,3 juta ke kas daerah.
Sebelumnya, dalam kasus ini juga terindikasi telah terjadi dugaan tindak pidana korupsi, yakni sesuai langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) yang sudah menetapkan dua orang tersangka. Yakni mantan Kepala Bidang (Kabid) di Dinas Tata Ruang dan Pemukiman (Distarkim) Luwu Timur Handoko, Imam S dari PT Nindya Karya.
Penetapan tersangka itu dilakukan karena kedua diduga bersama-sama melakukan kongkalikong dengan merevisi secara sepihak nilai kontrak pelaksanaan proyek Stadion Malili dari nilai awal sebesar Rp44 miliar menjadi Rp47 miliar.