Di tengah persiapan dua hajatan besar Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS)—Pertemuan Saudagar Bugis-Makassar (PSBM) ke-XXV dan Musyawarah Besar (Mubes) ke-XII yang rencananya akan digelar 9–11 April 2025 di Makassar—sebuah ajakan lama kembali digaungkan.
Bukan sekadar seruan, tapi sebentuk falsafah yang tertanam dalam jantung masyarakat Bugis-Makassar: “Sirui Menre Tessirui No’”—jika satu naik, yang lain tak dibiarkan tertinggal.
Adalah Hasbi Syamsu Ali, Koordinator Expo PSBM XXV dan Mubes XII KKSS, yang meniup kembali ruh semboyan tua itu.
Di hadapan arus zaman yang kian deras dan globalisasi yang acapkali melupakan akar, Hasbi menyerukan agar KKSS tak hanya menjadi rumah nostalgia, tetapi menjelma sebagai motor pergerakan sosial warga perantauan.
“Ini bukan lagi soal silaturahmi belaka. Kita harus tumbuh bersama. Keberhasilan satu orang Bugis-Makassar, harus jadi pintu bagi yang lainnya,” kata Hasbi dalam pernyataan tertulisnya.
Di tangannya, KKSS dibayangkan seperti pohon besar dengan akar yang menyebar ke seluruh penjuru tanah rantau.
Jika satu akar menemukan mata air—entah ilmu, pengalaman, atau akses ekonomi—maka air itu, katanya, mesti dialirkan.
“Agar seluruh pohon bertumbuh, bukan satu cabang saja yang rimbun,” ujarnya yang juga merupakan Ketua Badan Pengurus Wilayah (BPW) Kerukunan Keluarga Luwu Raya (KKLR) Provinsi Sulawesi Selatan.
Hasbi tidak sendirian. Ketua Umum KKSS, Muchlis Patahna, menyebut PSBM tahun ini akan kembali dibuka oleh Muhammad Jusuf Kalla, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 yang juga dikenal sebagai patron utama para saudagar Bugis-Makassar.
“Pak JK selalu menekankan bahwa saudagar tidak cukup berpikir soal untung-rugi, tapi juga tanggung jawab sosial,” ujar Muchlis.
Ajang PSBM yang digelar setiap usai Lebaran ini memang lebih dari sekadar pertemuan bisnis. Ia adalah arena temu kangen para perantau sekaligus laboratorium ide untuk memajukan kampung halaman.
Dari catatan panitia, lebih dari 1.600 peserta telah mendaftar, dan angka itu diperkirakan akan menyentuh 2.000 orang—terdiri dari saudagar, pengurus wilayah, dan pilar-pilar KKSS dari dalam dan luar negeri.
Namun Hasbi ingin lebih dari sekadar angka. Dia mendorong agar nilai-nilai seperti siri’ na pesse, sumangeq, dan ininnawa—yang selama ini sekadar menjadi simbol dalam pidato adat dan spanduk budaya—bisa menjelma sebagai energi aksi kolektif.
“Nilai itu harus menjalar ke dalam sistem: lewat pendataan anggota, pemetaan potensi, sampai program peningkatan kapasitas,” katanya.
Dengan nada reflektif, ia menyebut PSBM dan Mubes kali ini sebagai momentum lintas generasi. Saat orang tua membawa cerita perantauan masa lalu, generasi muda membawa teknologi dan jejaring global.
“Kalau satu dari kita naik, maka semua harus naik. Bukan sebagai slogan, tapi gerakan nyata,” ungkapnya.