dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Luwu Timur menyoroti sejumlah hambatan yang menghambat realisasi investasi di Kawasan Industri Malili (KIM).
Persoalan utama yang mencuat antara lain lambatnya proses perizinan, belum rampungnya dokumen AMDAL, serta konflik lahan yang belum terselesaikan.
Hal itu terungkap dalam rapat gabungan komisi DPRD yang digelar Senin, 21 Juli 2024, di Ruang Aspirasi DPRD Lutim.
Ketua rapat, Anggota DPRD Lutim Sarkawi Hamid, menyampaikan bahwa kawasan industri harus segera difungsikan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi lokal dan nasional.
“Kami mendesak investor mempercepat proses realisasi investasinya. Pemerintah pusat dan daerah juga harus membuka ruang kemudahan perizinan, tapi tetap menjamin komunikasi dan kejelasan terhadap pemilik lahan agar tidak menimbulkan konflik,” ujar Sarkawi.
Ia juga menekankan pentingnya keberpihakan kepada tenaga kerja lokal dan percepatan pembangunan Mal Pelayanan Publik di kawasan strategis sebagai pusat layanan perizinan terpadu.
Asisten Pemerintahan dan Kesra Setda Lutim, Aini Endis Enrika, menegaskan bahwa belum ada aktivitas industri yang berjalan karena dokumen-dokumen penting seperti AMDAL dan izin lingkungan masih dalam proses.
“Meskipun ada MoU pemanfaatan lahan, semua kegiatan masih menunggu tuntasnya perizinan. Koordinasi dengan BPN juga penting agar tidak terjadi tumpang tindih lahan,” ujar Enrika.
Ia menjelaskan bahwa lahan seluas 394,5 hektare yang telah bersertifikat HPL sejak 2014 adalah aset Pemda Lutim dan harus dikelola dengan serius oleh investor yang berkomitmen.
Anggota DPRD lainnya, Muhammad Nur, mengingatkan bahwa investasi harus berbasis keadilan, kesetaraan, dan penghargaan terhadap kearifan lokal.
“Investor harus menghargai budaya lokal dan tidak hanya membawa modal dari luar lalu mengabaikan masyarakat sekitar,” katanya.
Rusdi Layong, anggota DPRD lainnya, menyoroti sejumlah perusahaan yang izinnya hampir habis namun belum menunjukkan progres pembangunan yang berarti. Ia mendesak kepastian hukum bagi para investor demi keberlanjutan investasi dan dampaknya bagi masyarakat.
Dari pihak investor, PT Indonesia Huali Industrial Park (IHIP) menyebut proses perizinan masih berjalan karena terkendala regulasi, terutama menunggu pengesahan dokumen AMDAL untuk mengurus Izin Rencana Kerja Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (RKPPL).
“Target kami mulai beroperasi di akhir 2026 atau awal 2027. Karena kami bangun kawasan industri hilirisasi, bukan tambang langsung, jadi butuh proses panjang, terutama AMDAL,” ujar perwakilan IHIP.
Sementara itu, perwakilan dari PT Kawasan Industri Terpadu Luwu Timur (KIT-LT) menjelaskan bahwa mereka telah menguasai 1.200 hektare lahan dari total 2.200 hektare yang direncanakan, dan siap membangun setelah dokumen AMDAL rampung.
“Kami pengusaha lokal Lutim. Kami ingin membangun kampung sendiri,” tegasnya.
Pihak PT KIPLT juga menyampaikan komitmen untuk investasi jangka panjang dan memastikan akan mengikuti seluruh regulasi perizinan yang berlaku.
Rapat ditutup dengan seruan agar semua pihak — baik pemerintah, DPRD, maupun investor — dapat saling bersinergi agar investasi berjalan lancar, legal, dan membawa manfaat nyata bagi masyarakat Luwu Timur.