Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) Republik Indonesia memberikan jatah 5.500 sertipikat hasil program Redistribusi Tanah tahun 2019 di Kabupaten Luwu Timur.
Program Reforma Agraria ini dinilai tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Di kecamatan Wasuponda misalnya, masyarakat di desa Wasuponda dan Ledu – Ledu dibebankan senilai Rp250 ribu untuk satu bidang tanah.
Pungutan administrasi senilai Rp250 ribu tersebut diduga dilakukan oleh aparat desa setempat. Ketua DPC Lembaga Pemerhati dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (LPPMI) Luwu Timur, Arsyad mengatakan, program Redistribusi Tanah banyak dikeluhkan warga.
Ia menilai, program tersebut dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mendapatkan keuntungan dengan membebankan biaya administrasi senilai Rp250 ribu untuk satu bidang tanah kepada masyarakat. “Kita menduga ada Pungli dikegiatan ini,” ungkapnya.
Terkait program ini, kata Arsyad, tidak sedikit masyarakat telah mengadukan ke lembaganya. “Saya banyak menerima aduan terutama dari masyarakat Wasuponda, aduannya terkait adanya permintaan uang administrasi oleh oknum aparat desa,” ungkapnya.
Alasan permintaan biaya administrasi itu telah disepakati oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Luwu Timur. “Katanya sih telah disepakati oleh pihak BPN di Malili,” kata Arsyad kepada awak media.
Sementara itu, Kepala kantor BPN Luwu Timur, Marthen Rante Tondok yang dikonfirmasi oleh awak media baru – baru ini membantah adanya kesepakatan terkait pungutan administrasi program pembuatan Redistribusi Tanah.
“Tidak ada administrasi terkait program Redis ini dan sudah ada biayanya yang di keluarkan dari anggaran, jadi tidak benar kalau pihak aparat desa atau kelurahan yang mengatakan bahwa pihak BPN membebankan atau meminta biaya administrasi kepada masyarakat,” ungkapnya.
Untuk diketahui, di kecamatan Wasuponda sendiri mendapat jatah 400 Redistribusi Tanah, yakni, desa Ledu-Ledu 250 paket dan desa Wasuponda 150 Paket Redis. (*)