Oleh: Zulham Hafid
Dalam acara konsultasi penyesuaian tarif dasar air minum yang saya ikuti pekan lalu, ternyata keluhan-keluhan costumer PDAM Palopo tidak sekadar distribusi air yang macet—seperti SMS-SMS aduan yang kerap muncul di kolom ruang publik Pemkot Palopo di salah satu harian lokal.
Saking banyaknya keluhan, forum yang digagas untuk konsultasi penyesuaian tarif oleh Tim Fasilitasi bentukan PDAM Palopo, malah cenderung menjadi forum curhat-curhatan. Tujuan untuk menyatukan persepsi tentang tarif dasar air minum malah dilupakan peserta.
Costumer Expectation
Keluhan-keluhan itu antara lain adalah keluhan tentang kualitas air yang kurang baik, loket pembayaran tunggakan yang jauh, tagihan yang melonjak drastis tanpa sebab, hingga metode penyegelan yang tidak ‘manusiawi’.
Oleh karena forum itu menjadi ajang curhat massal, maka kesimpulan saya saat itu adalah pelanggan PDAM Palopo saat ini tidak ingin bicara mengenai kenaikan tarif, tetapi yang mereka perlukan adalah diskusi mengenai peningkatan pelayanan.
Mengapa hal ini terjadi? Bisa jadi PDAM Palopo belum menyadari bahwa ternyata costumernya belum puas dengan kinerja perusahaan. Memang, dunia bisnis dewasa ini, apapun bentuknya, saat ini harus paham bahwa era bisnis yang costumer centric harus segera diterapkan.
Perusahaan (baik itu milik pribadi, apalagi BUMN/BUMD) harusnya selalu memperhatikan keluhan pelanggannya. Mengapa? Karena secara filosofis, pemilik saham terbesar dari BUMN dan BUMD adalah masyarakat, yang pajaknya digunakan oleh BUMN/BUMD dalam mengoperasionalkan perusahaannya. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memang perlu dilakukan guna mengukur sejauh mana costumer satisfaction index yang dimiliki oleh PDAM Palopo.
Di sisi lain, sebenarnya kita patut bangga bahwa PDAM Palopo mampu keluar dari predikat Perusahaan ‘Sakit’ menjadi Sehat di tahun 2009. Hal ini tentu tidak lepas dari imbas restrukturisasi utang yang diterima PDAM Palopo kala itu.
Namun, melihat keluhan-keluhan pada saat forum konsultasi kemarin, maka tentu masih banyak yang harus dipacu oleh perusda milik Pemkot Palopo ini. Dalam forum konsultasi itu, alasan yang mendasari rencana penyesuaian tarif air minum adalah adanya peningkatan biaya-biaya yang dialami oleh perusahaan, seiring inflasi yang terus terjadi.
Selain itu, ternyata perusahaan mengalami tekanan keuangan (fiscal stress) akibat adanya beban kewajiban/hutang yang harus dilunasi. Ini konsekuensi dari investasi pengembangan jaringan pipa yang sementara dikerjakan PDAM Palopo.
Akumulasi keadaan ini mendesak manajemen perusahaan harus mengambil langkah penyesuaian tarif. Apalagi, menurut data yang ditampilkan, tahun ini perusahaan sudah mengalami kerugian.
Alasan-alasan ini sebenarnya masih bisa didiskusikan. Mari kita lihat data pembanding dari BPS. Kota Palopo selama 4 tahun terakhir mengalami inflasi tiap tahunnya berkisar pada angka 3-4 persen.
Di periode yang sama, ternyata data 2011 dan 2012 yang ditampilkan pada forum konsultasi itu, PDAM Palopo meraup laba, atau dalam hal ini pertumbuhannya positif. Jadi kesimpulan sementaranya, perusahaan bisa untung walaupun di Kota Palopo inflasi terjadi pada angka 3-4 persen.
Nah yang menarik adalah, mengapa ketika tahun ini (yang inflasi year on year-nya 3,31 persen tidak jauh beda seperti tahun-tahun sebelumnya) PDAM Palopo malah mengalami kerugian? Padahal, 2 tahun belakangan mampu bertahan dengan pertumbuhan yang cukup baik.
Skema Penyelamatan
Masyarakat memang patut bertanya. Sejatinya, ketika perusahaan dilanda fiscal stress seperti ini, ada skema penyelamatan yang sudah harus dijalankan. Manajemen tidak serta merta harus melakukan strategi pricing, atau melemparkan tanggung jawab sepenuhnya kepada pelanggan. Perusahaan sejatinya melakukan efisiensi terlebih dahulu.
Membebankan pelanggan dengan kenaikan tarif tanpa mengevaluasi terlebih dahulu secara internal tentu tidak elok. Hal-hal inilah yang yang harus dikomunikasikan kepada pelanggan. Langkah-langkah penyelamatan apa saja yang sudah dilakukan oleh manajemen PDAM Palopo menghadapi fiscal stress ini?
Sepanjang yang saya dengar dan lihat pada pada forum itu, tidak ada satu pun yang konkrit yang disebut disana. Catatan-catatan saya pun saat itu, memperlihatkan bahwa tiap tahun, biaya-biaya memang bertambah terus. Operating ratio-nya masih fluktuatif dari tahun ke tahun, belum sepenuhnya stabil pada posisi yang rendah.
Permendagri 23/2006 mengamanahkan, salah satu prinsip penentuan tarif air minum adalah transparansi dan akuntabilitas. Oleh karena itu, keterbukaan metode pembentukan harga pokok produksi, beserta margin yang ingin diperoleh tentu harus diketahui pula oleh masyarakat.
Efisiensi juga sangat mendesak dilakukan. Sepanjang yang kita perhatikan saat forum konsultasi dilakukan, PDAM Palopo memang belum menerapkan prinsip Good Corporate Governance—yang salah satu prinsipnya adalah efisien.
Kalau mau efisien, sebenarnya perusahaan tidak perlu lagi membentuk Tim Fasilitasi dalam mengomunikasikan rencana penyesuaian tarif. Kalau menurut saya, cukuplah mengoptimalkan kinerja Bagian Hubungan Pelanggan.
Lebih jauh lagi, di forum konsultasi itu tak usahlah memberi amplop di akhir acara untuk para peserta. Toh, mereka datang untuk kemajuan pelayanan air minum semata.
Banyak hal yang dapat dilakukan untuk mengefesienkan perusahaan. Rasio karyawan juga harus diperhatikan. Walaupun anggaran belanja karyawan tidak lebih dari 40 persen, dengan rasio 8 orang per 1000 pelanggan yang saat ini dialami PDAM Palopo, mengakibatkan perusahaan tidak efisien dan karyawan tidak produktif.
Perusahaan sekelas PDAM Palopo cukup dengan rasio 6 orang per 1000 pelanggan. Dengan karyawan yang banyak, perusahaan bisa terbebani pada uniform karyawan, perlengkapan kerja, makan/minum karyawan jika shift jaga, butuh ruang kerja yang lebih luas, biaya diklat meningkat, membengkaknya jumlah konsumsi dan memerlukan ruang yang lebih besar untuk menampung pada saat rapat, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, karyawan sebagai sumberdaya utama, dalam perekrutannya harus memperhatikan rasio, kredibilitas dan akuntabilitas dalam prosesnya. Lihat saja buku Manufacturing Hope-nya Dahlan Iskan. Di BUMN-BUMN kita, demi efisiensi, rapat-rapat tak lagi disuguhi snack atau makanan/minuman. Hal itu dikarenakan rapat-pun sekarang dilakukan melalui Grup BBM. Hasilnya, biaya rapat tereduksi, jam kerja lebih efektif, dan biaya listrik lebih hemat karena AC ruang rapat tak lagi dinyalakan.
Kita berharap, PDAM Palopo mampu menemukan pola-pola baru yang lebih modern untuk menghadapi fiscal stress yang sedang melandanya. Demikian pula, kita berharap ada terobosan dan inovasi pada aspek pelayanan air minum yang lebih berkualitas.
Oleh karena itu, saya berharap, ketika PDAM Palopo mengundang kami lagi untuk berkonsultasi guna penyesuaian tarif baru, bukan keluhan-keluhan lagi yang menjadi topik bahasan para costumer-nya. Namun, suara-suara lantang yang menyatakan: Kami Setuju Anda Menaikkan Tarif! (*)