BerandaInfo AndaSejarah Tana Luwu

Sejarah Tana Luwu

(Wikipedia Rintisan a.n Hamus Rippin tangggal 17/7/2006 jam 19,54)

Sejarah Tana Luwu sudah berawal jauh sebelum masa pemerintahan Hindia Belanda bermula di Tana Luwu. Sebelumnya Luwu telah menjadi satu kerajaan yang berwilayah dari Tana Toraja, Tana Toraja-Utara atau  (Makale, Rantepao) Sulawesi Selatan, Kolaka dan Kolaka-Utara (Sulawesi Tenggara) dan Poso (Sulawesi Tengah). Hal sejarah Kerajaan Luwu ini dikenal pula dengan nama Tana Luwu yang dihubungkan dengan ceritera mitologi Sure’ La Galigo dan Sawerigading.

Setelah Hindia Belanda (Nederland-India) berhasil menundukkan Luwu, karena penjajah berhasil mematahkan perlawanan Luwu pada pendaratan bala tentara Belanda yang ditantang oleh hulubalang Kerajaan Luwu Andi Tadda bersama dengan laskarnya di Ponjalae pantai Palopo pada tahun 1905. Belanda selanjutnya membangun sarana dan prasarana untuk memenuhi keperluan dan kepentingan pemerintah penjajah diseluruh wilayah kerajaan Luwu mulai dari Selatan, Pitumpanua ke utara Poso, dan dari Tenggara Kolaka (Mengkongga) ke Barat Tana Toraja. Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan Penjajah sistem diterapkan di Luwu dibagi atas dua tingkatan pemerintahan, yaitu:

  1. Pemerintahan tingkat tinggi yang di pegang langsung oleh pihak Penguasa Belanda
  2. Pemerintah tingkat rendah yang dipegang oleh Pihak Swapraja.

Dengan terjadinya sistem pemerintahan dualisme dalam tata pemerintahan di Luwu ini pada masa itu, dimana pemerintahan tingkat tinggi dipegang oleh Hindia Belanda, dan yang tingkat rendah dipegang oleh Swapraja, pemerintahan Swapraja tetap masih diatur dan ditentukan oleh Belanda, namun secara de jure Pemerintahan Swapraja tetap ada. Menyusul setelah Belanda berkuasa penuh di Luwu, maka wilayah Kerajaan Luwu mulai diperkecil gerak lingkupnya, dan Kerajaan Luwu dipecah sesuai dengan kehendak dan kepentingan pihak penjajah Belanda, yaitu:

Poso (yang masuk Sulawesi Tengah sekarang) yang semula termasuk daerah Kerajaan Luwu dipisahkan, dan dibentuk satu Afdeling tersendiri yang setingkat dengan Luwu. Distrik Pitumpanua (Kecamatan Pitumpanua  dan Keera) dipisah dan dimasukkan kedalam wilayah kekuasaan Wajo.

Kemudian dibentuk satu afdeling di Luwu yang dikepalai oleh seorang Asisten Residen yang berkedudukan di Palopo. Selanjutnya Afdeling Luwu dibagi menjadi 5 (lima) Onder Afdeling, yaitu: Onder Afdeling Palopo, dengan ibu kotanya Palopo. Onder Afdeling Makale, dengan ibu kotanya Makale. Onder Afdeling Masamba, dengan ibu kotanya Masamba. Onder Afdeling Malili, dengan ibu kotanya Malili. Onder Afdeling Mekongga, dengan ibu kotanya Kolaka.

Selanjutnya pada masa pendudukan tentara Dai Nippon atau Jepang, Pemerintah Jepang tidak mengubah sistem pemerintahan yang diterapkan tentara Dai Noppon pada masa berkuasa di Luwu (Tahun 1942), pada prinsipnya hanya meneruskan sistem pemerintahan yang telah diterapkan oleh Belanda. Hanya digantikan oleh pembesar-pembesar Jepang. Kedudukan Datu Luwu dalam sistem pemerintahan Sipil, sedangkan pemerintahan Militer dipegang langsung oleh Pihak Jepang. Dalam menjalankan Pemerintahan Sipil, Datu Luwu diberi kebebasan, namun tetap diawasi secara ketat oleh pemerintahan Militer Jepang yang sewaktu-waktu siap menghukum pejabat sipil yang tidak menjalankan kehendak Jepang, dan yang menjadi pemerintahan sipil atau Datu Luwu pada masa itu ialah ” Andi Kambo Opu Tenrisompa” kemudian diganti oleh putranya “Andi Patiware” yang kemuadian bergelar “Andi Jemma”.

Pada bulan April 1950 Andi Jemma dikukuhkan kembali kedudukannya sebagai Datu/PajungE ri Luwu dengan wilayah seperti sediakala. Afdeling Luwu meliputi lima onder Afdeling Palopo, Masamba, Malili, Tana Toraja atau Makale, Rantepao dan Kolaka. Tahun 1953 Andi Jemma Datu Luwu diangkat menjadi penasehat Gubernur Sulawesi, waktu itu, yang menjabat Gubernur adalah Sudiro. Ketika Luwu dijadikan Pemerintahan Swapraja, Andi Jemma diangkat sebagai Kepala Swapraja Luwu, pada tahun 1957 hingga 1960.

Atas jasa-jasa beliau terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia, Andi Jemma telah dianugerahi Bintang Gerilya tertanggal 10 November 1958, Nomor 36.822 yang ditandatangani Presiden Soekarno. Pada masa periode kepemimpinan Andi Jemma sebagai Raja atau Datu Luwu terakhir, sekaligus menandai berakhirnya sistem pemerintahan Swatantra (Desentralisasi).

Belasan tanda jasa kenegaraan Tingkat Nasional telah diberikan kepada Andi Jemma sebelum beliau wafat tanggal 23 Februari 1965 di Kota Makassar. Ketika beliau wafat Presiden Soekarno memerintahkan agar Datu Luwu dimakamkan secara kenegaraan di ‘Taman Makam Pahlawan’ Panaikang Makassar, yang dipimpin langsung oleh Panglima Kodam Hasanuddin.

Selanjutnya pada masa setelah Proklamasi Kemerdekaan RI, secara otomatis Kerajaan Luwu berintegrasi masuk kedalam Negara Republik Indonesia. Hal itu ditandai dengan adanya pernyataan Raja Luwu pada masa itu Andi Jemma yang antara lain menyatakan “Kerajaan Luwu adalah bagian dari Wilayah Kesatuan Republik Indonesia”.

Pemerintah Pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah No.34/1952 tentang Pembubaran Daerah Sulawesi Selatan bentukan Belanda/Jepang termasuk Daerah yang berstatus Kerajaan. Peraturan Pemerintah No.56/1951 tentang Pembentukan Gabungan Sulawesi Selatan. Dengan demikian daerah gabungan tersebut dibubarkan dan wilayahnya dibagi menjadi 7 tujuh daerah swatantra. Satu di antaranya adalah daerah Swatantra Luwu yang mewilayahi seluruh daerah Luwu dan Tana Toraja dengan pusat Pemerintahan berada di Kota Palopo.

Berselang beberapa tahun kemudian, Pemerintah Pusat menetapkan beberapa Undang-Undang Darurat, antara lain: Undang-Undang Darurat No.2/1957 tentang Pembubaran Daerah Makassar, Jeneponto dan Takalar.

Undang-Undang Darurat No. 3/1957 tentang Pembubaran Daerah Luwu dan Pembentukan Bone, Wajo dan Soppeng. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Darurat No. 4/1957, maka Daerah Luwu menjadi daerah Swatantra dan terpisah dengan Tana Toraja.

Daerah Swatantra Luwu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Darurat No.3/1957 adalah meliputi: Kewedanaan Palopo, Kewedanaan Masamba, Kewedanaan Malili

Kemudian pada tanggal 1 Maret 1960 ditetapkan PP Nomor 5 Tahun 1960 tentang pembentukan Provensi  Administratif Sulawesi Selatan mempunyai 23 Daerah Tingkat II, salah satu diantaranya adalah Daerah Tingkat II Luwu.

Untuk menciptakan keseragaman dan efisiensi struktur Pemerintahan Daerah, maka berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara No.1100/1961, dibentuk 16 Distrik di Daerah Tingkat II Luwu, yaitu:

Wara, Larompong, Suli, Bajo, Bupon, Bastem, Walenrang(Batusitanduk), Limbong, Sabbang, Malangke, Masamba, Bone-Bone, Wotu, Mangkutana, Malili dan Nuha.

Dengan 143 Desa gaya baru. Empat bulan kemudian, terbit SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara No.2067/1961 tanggal 18 Desember 1961 tentang Perubahan Status Distrik di Sulawesi Selatan termasuk di Daerah Tingkat II Luwu menjadi Kecamatan. Dengan berpedoman pula pada SK tersebut, maka status Distrik di Daerah Tingkat II Luwu berubah menjadi kecamatan dan nama-nama kecamatannya tetap berpedoman pada SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara No. 1100/1961 tertanggal 16 Agustus 1961, dengan luas wilayah 25.149 km2.

Perkembangan dari segi Administratif Pemerintahan di Dati II Luwu, selain pemekaran kecamatan, desa dan kelurahan juga ditetapkannya Dati II Luwu sebagai salah satu Kota Administratif (KOTIP) berdasarkan SK Mendagri No.42/1986 tanggal 17 September 1986.

Dengan demikian secara Administratif Dati II Luwu terdiri dari satu Kota Administratip, tiga Pembantu Bupati, 21 Kecamatan Definitif, 13 Kecamatan Perwakilan, 408 Desa Definitif, 52 Desa Persiapan dan Kelurahan dengan luas wilayah berdasarkan data dari Subdit Tata Guna Tana Direktorat Agraria Provinsi Sulawesi Selatan adalah 17.791,43 km2 dan dikuatkan dengan Surat Keputusan Gubernur KDH Tingkat I Sulawesi Selatan Nomor 124/III/1983 tanggal 9 Maret 1983 tentang penetapan luas provensi, kabupaten/kotamadya dan kecamatan dalam wilayah provensi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan.

Luas Wilayah Provensi Kabupaten/Kotamadya dan Kecamatan yang ada sekarang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan nyata dilapangan oleh karena telah terjadi penyempurnaan batas wilayah antar provensi di Sulawesi Selatan, maka melalui kerjasama Kepala Kantor Wilayah Badan PerTanaan Nasional Provensi Sulawesi-Selatan dan TopografiKodam VII Wirabuana, Pemerintah Provinsi Tingkat I Sulawesi Selatan telah berhasil menyusun data tentang luas wilayah provensi, kabupaten/ kotamadya dan kecamatan di daerah Provensi Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan dengan Surat Keputusan Gubernur KDH Tk.I Sul-Sel Nomor : SK.164/IV/1994 tanggal 4 April 1994. Total luas wilayah Kabupaten Luwu adalah 17.695,23 km2 dengan 21 kecamatan definitif dan 13 Kecamatan Pembantu.

Pada tahun 1999, saat awal bergulirnya Reformasi di seluruh wilayah Republik Indonesia, dimana telah dikeluarkannya UU No.22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan di Daerah, dan mengubah mekanisme pemerintahan yang mengarah pada Otonomi Daerah.

Tepatnya pada tanggal 10 Februari 1999, oleh DPRD Kabupaten Luwu mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 03/Kpts/DPRD/II/1999, tentang Usul dan Persetujuan Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Luwu yang dibagi menjadi dua Wilayah Kabupaten dan selanjutnya Gubernur KDH Tk.I Sul-Sel menindaklanjuti dengan Surat Keputusan No.136/776/OTODA tanggal 12 Februari 1999. Akhirnya pada tanggal 20 April 1999, terbentuklah Kabupaten Luwu Utara ditetapkan dengan UU Republik Indonesia No.13 Tahun 1999.

Pemekaran Wilayah Kabupaten Dati II Luwu terbagi atas:

1.     Kabupaten Dati II Luwu dengan batas Salu Ampak Kec. Lamasi dengan batas Kabupaten Wajo dan Kabupaten Tana Toraja, dari 16 kecamatan, yaitu:

Kecamatan Lamasi, Kecamatan Walenrang, Kecamatan Pembantu Telluwanua, Kecamatan Warautara, Kecamatan Wara, Kecamatan Pembantu Wara Selatan, Kecamatan Bua, Kecamatan Pembantu Ponrang, Kecamatan Bupon, Kecamatan Bastem, Kecamatan Pembantu Latimojong, Kecamatan Bajo, Kecamatan Belopa, Kecamatan Suli, Kecamatan Larompong, Kecamatan Pembantu Larompong Selatan

2.     Kabupaten Luwu Utara dengan batas Saluampak Kec. Sabbang sampai dengan batas Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara, terdiri dari 19 Kecamatan, yaitu:

Kecamatan Sabbang, Kecamatan Pembantu Baebunta, Kecamatan Limbong, Kecamatan Pembantu Seko, Kecamatan Malangke, Kecamatan Malangke Barat, Kecamatan Masamba, Kecamatan Pembantu Mappedeceng, Kecamatan Pembantu Rampi, Kecamatan Sukamaju, Kecamatan Bone-Bone, Kecamatan Pembantu Burau, Kecamatan Wotu, Kecamatan Pembantu Tomoni, Kecamatan Mangkutana, Kecamatan Pembantu Angkona, Kecamatan Malili, Kecamatan Nuha, Kecamatan Pembantu Towuti.

3.     Kota Palopo adalah salah saatu Daerah Tingkat II di provensi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kota Palopo sebelumnya berstatus kota administratif yang berlaku sejak 1986 berubah, meningkat status menjadi kota otonom sesuai dengan UU Nomor 11 tahun 2002 tanggal 10 April 2002. Kota ini memiliki luas wilayah 155,19 Km2 dan berpenduduk sejumlah 120.748 jiwa dan dengan jumlah Kecamatan:

Kecamatan Wara, Kecamatan Wara Utara, Kecamatan Wara Selatan, Kecamatan Telluwanua, Kecamatan Wara Timur, Kecamatan Wara Barat, Kecamatan Mungkajang, Kecamatan Bara, Kecamatan Sendana.

4.     Kabupaten Luwu Timur adalah termasuk salah satu Daerah Tingkat II di provensi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kabupaten ini berasal dari pemekaran Kabupaten Luwu Utara yang disahkan dengan UU Nomor 7 Tahun 2003 pada tanggal 25 Februari 2003. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 6.944,98 km2, dengan Kecamatan masing-masing:

Kecamatan Angkona, Kecamatan Burau, Kecamatan Malili, Kecamatan Mangkutana, Kecamatan Nuha, Kecamatan Sorowako, Kecamatan Tomoni, Kecamatan Tomoni Utara, Kecamatan Towuti, Kecamatan Wotu.

Setelah pembagian Wilayah Kabupaten Luwu dari dua Kabupaten menjadi tiga Kabupaten dan satu Kota, maka secara otomatis luas Wilayah Kabupaten ini berkurang dengan Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur dan Kota Palopo berdasarkan batas yang telah ditetapkan, yaitu: Luas Wilayah Kabupaten Luwu adalah 3.092,58 km2, Luas Wilayah Kabupaten Luwu Utara adalah 7.502,48 km2, Luas Wilayah Kota Palopo menjadi 155.19 km2 dan Luas Wilayah Kabupaten Luwu Timur menjadi 6.944,98 km2.

PENULIS: HAMUS RIPPIN (Warga Luwu yang saat ini berdomisili di Belanda)

spot_img
spot_img
REKOMENDASI
Related News