Jelang pelaksanaan Pilkada 2024, di Luwu Timur dilanda informasi yang tidak enak didengar lantaran adanya isu keterlibatan pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten Luwu Timur yang diduga berpihak dan terlibat untuk memenangkan salah satu pasangan calon.
Kali ini, beredar tangkapan layar percakapan via Whatsapp yang melibatkan Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Luwu Timur, Amrullah Rasyid dengan orang yang diduga merupakan tim pemenangan dari calon petahana.
Dalam tangkapan layar itu, terlihat pesan dari ‘Sang Kadis’ yang siap memobilisasi petani dalam acara pengukuhan tim petahana. “Hadirkan sebanyak2nya pertani kita untuk menghadiri pengukuhan tim sesuai jadwal,” isi pesan dari Amrullah yang disusul dengan gambar jadwal pengukuhan tim di semua kecamatan di Luwu Timur dari calon petahana.
Amrullah yang coba dikonfirmasi terkait hal ini mengakui jika pesan dalam tangkapan layar itu merupakan pesan antara dirinya dengan salah satu tim pemenangan pasangan Budiman-Akbar Kalaena, Amril.
“Ini kecerobohan saya. Tidak terpikir karena Tim Kalaena minta dibantu untuk pengukuhan padahal mereka tahu kalau saya ini PNS dan rawan diindikasikan menggiring massa maka saya jawab seadanya. Supaya berhenti menelpon minta bantuan. Tidak berpikir bagaimana kalau hal ini disebar kemana2. Ternyata benar. Jadi singkatnya, untuk mereka berhenti menelpon,” kata Amrullah dalam klarifikasinya.
Untuk diketahui, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 dijadwalkan berlangsung pada 27 November 2024. Data yang dirilis Bawaslu Sulawesi Selatan per 4 September 2024 lalu, menyebutkan Luwu Timur menempati urutan kedua dengan laporan dugaan keterlibatan Aparatur Sipil Negara atau ASN di Sulawesi Selatan.
Berdasarkan data Bawaslu Sulsel dalam updatenya, menyebutkan ada 7 daerah Pilkada Serentak memiliki kasus pelanggaran pilkada serentak 2024 yang terindikasi kuat melibatkan oknum ASN maupun non ASN.
Tujuh kabupaten/kota tersebut adalah Pinrang menempati posisi teratas sebanyak 29 kasus, menyusul Luwu Timur sebanyak 21 kasus, Pangkep 16 kasus, Palopo sebanyak 10 kasus, Parepare 5 kasus, dan Kabupaten Wajo dan Enrekang masing-masing 1 kasus.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Pasal 5 ayat (1) huruf d melarang PNS terlibat langsung dalam politik praktis, termasuk memberikan dukungan atau arahan politik. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat mengakibatkan sanksi mulai dari peringatan hingga pemecatan, sesuai Pasal 8 ayat (1) huruf a, b, dan c.