Debu berwarna merah beterbangan di sekeliling pengolahan limbah cair PT Vale Indonesia. Wajar, pengolahan limbang pabrik dan tambang ini berada di sekitar kawasan tambang milik perusahaan nikel terbesar di Indonesia itu. Pertanyaan yang terlintas, amankan limbah cair PT Vale Indonesia dalam pengolahannya sebelum berujung ke danau Mahalona?
Suasana pagi itu begitu cerah, dua anggota DPRD Luwu Timur dari Komisi III, Usman Sadik dan Hendra Adiputra Hatta, bersama pihak Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup Daerah (Bapedalda) Luwu Timur, dan sejumlah jurnalis mengagendakan untuk mengunjungi langsung lokasi pengolahan limbah cair milik PT Vale Indonesia. Kunjungan ini dalam rangka menindak lanjuti pengaduan masyarakat yang khawatir dengan pembuangan akhir limbah PT Vale Indonesia ke danau Mahalona.
Pagi itu, rombongan ditemani langsung oleh pihak Manager Environmental, Health and Safety (EHS) PT Vale Indonesia, Aris Priambodo, dan karyawan di bagian Mining, Suyatno. Perjalanan diawali dengan mengunjungi Process Plant (PP) 1 Pond, berupa kolam pengendapan limbah cair yang berasal dari pabrik pengolahan, dan Delani Pond yang merupakan lokasi pengendapan limbah cair dari tambang.
“Semua proses awal pengolahan limbah diawali dengan tahap pengendapan, untuk limbah dari pabrik inilah yang banyak memiliki kandungan kimia, sementara limbah dari tambang umumnya hanya merupakan air permukaan,” ujar Aris memulai menjelaskan fungsi dari masing-masing lokasi yang dikunjungi.
Di dua lokasi yang dikunjungi ini, tidak tampak adanya dampak langsung yang terlihat. Pasalnya, lokasi pengolahan yang berada di tengah-tengah areal kawasan tambang, sehingga yang tampak hanyalah berupa padang tandus layaknya kawasan tambang pada umumnya.
Kunjungan berikutnya adalah ke lokasi Lamangka 1, di lokasi ini tampak perbedaan yang nyata. Pasalnya, pepohonan yang ada di sekitar pengolahan limbah ini tampak mati seperti kekeringan, dan sebagian pepohonan terlihat hangus kehitaman.
Usman Sadik pun menuding, secara kasat mata dan diatas kertas, sistem pengelolaan limbah yang dibuat PT Vale sangat baik, namun kondisi ini berbanding terbalik setelah dilakukan peninjauan ke setiap tempat penampungan limbah.
Sistem pengaliran air limbah dari kolam satu ke kolam yang lainnya ternyata banyak yang tidak mengikuti aluran pembuangannya, airnya merembes kemana-mana sehingga merendam tanah di sekitarnya yang menyebabkan pohon tersebut banyak yang mati.
Menanggapi hal itu, salah seorang karyawan PT Vale Indonesia, Suyatno mengatakan jika kondisi pepohonan seperti itu sudah terlihat sejak pengolahan limbah Lamangka 1 belum dibuat. “Sejak pertama memasuki kawasan ini tahun 2009 sudah seperti ini, sementara Lamangka 1 ini dibangun tahun 2013,” kilahnya.
Dia membantah jika kondisi pepohonan seperti itu merupakan dampak dari pengolahan limbah perusahaan. “Kemungkinan pernah terbakar,” ujar Suyatno meski dia tidak bisa memastikan kapan kawasan itu pernah terbakar.
Hal senada juga diungkapkan oleh Aris, dia menyebutkan jika pengolahan limbah cair milik PT Vale Indonesia ini dibuat sudah sesuai dengan standar, dan telah mendapat pengakuan dari lembaga penguji yang telah terakreditasi.
“Tidak ada hubungannya (kondisi pepohonan dengan pengolahan limbah), mungkin disebabkan oleh dampak lain, tetapi tidak ada hubungannya dengan pengolahan limbah ini,” tegasnya.
Untuk membuktikan jika pengolahan limbah itu telah sesuai standar dan aman untuk dialirkan ke pembuangan akhir di Danau Mahalona, Aris pun melakukan demonstrasi dengan meminum langsung air dari hasil pengolahan limbah itu ketika mengunjungi Fiona Dam.
“Fiona Dam ini adalah proses terakhir sebelum mengalir ke Danau Mahalona, disini saya menjamin jika air limbah yang sudah diproses ini aman,” ujarnya sambil mendemonstrasikan meminum langsung air yang ada di Fiona Dam itu.
Meski begitu, Usman yang juga merupakan legislator dari Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengaku belum puas dan mengaku akan meminta lembaga penguji independen untuk melakukan pengujian ulang terhadap ambang batas air baku di pengolahan limbah ini.
Dia juga menuding jika akibat air limbah PT Vale Indonesia yang pembuangan akhirnya berujung di Danau Mahalona membuat telah terjadi pendangkalan di danau tersebut.
“Air Limbah yang masuk ke danau Mahalona tersebut telah mengendapkan sedimen yang pada akhirnya membentuk delta sepanjang pesisir danau sekitar 200 meter. Ini terjadi akibat akhir pembuangan limbah tersebut tidak pernah diperhitungkan pihak perusahaan sehingga seiring berjalan waktu delta tersebut membentuk daratan yang mengancam terjadinya penyempitan danau Mahalona,” tegasnya.
“Dalam lingkungan itu pasti terjadi dinamika, dimanapun itu tidak hanya di Danau Mahalona. Perubahan bentuk di Danau Mahalona kami anggap adalah dinamika lingkungan yang pasti terjadi,” kata Aris beralasan.