Hari Tani Nasional yang dirayakan setiap tanggal 24 September, seharusnya menjadi momentum bahagia bagi para petani. Namun, hal bertolak belakang dirasakan oleh petani di Luwu Utara. Di momentum Hari Tani Nasional itu, para petani justru galau demi menanti masa panen. Kegalauan itu disebabkan karena keterbatasan kuota pupuk bersubsidi oleh Pemerintah Pusat.
Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Sukamaju, Amran mengatakan di Hari Tani Nasional tahun ini, para petani di Lutra, khususnya di Kecamatan Sukamaju mbanyak yang bersedih. Pasalnya, keterbatasan pupuk dapat mengancam keselamatan tanaman petani.
“Sebagian kelompok tani (poktan) sudah menanam padi dan umur tanamannya sudah mencapai 40 hari, karena keterbatasan pupuk subsidi ini, banyak petani yang ‘galau’ karena sangat membutuhklan ketersediaan pupuk,” ujar Amran.
Menurut Amran, dinas terkait di Kabupaten Luwu Utara seharusnya melakukan langkah cepat untuk mengantisipasi terjadinya gagal panen oleh petani hanya disebabkan karena keterbatasan kuota pupuk bersubsidi ini.
“Sekedar masukan kepada dinas terkait untuk melakukan relokasi pupuk antar kecamatan saja dulu sembari menunggu tambahan relokasi antar kabupaten,” kata Arman.
Di tempat terpisah, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (TPHP) Luwu Utara, tidak lantas menutup mata dan tidak pula menutup telinga atas banyaknya keluhan petani akan keterbatasan pupuk bersubsidi ini.
Kabid Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Dinas TPHP Luwu Utara, Surya Lewa mengatakan, masalah keterbatasan kuota pupuk bersubsidi adalah masalah nasional. Salah satu penyebabnya, adalah terbatasnya kuota pupuk bersubsidi yang dialokasikan oleh pemerintah pusat.
“Masalah ini bukan cuma terjadi di Lutra saja, tapi terjadi di seluruh wilayah Indonesia, karena memang pemerintah pusat memberikan kuota pupuk yang terbatas. Jadi, ini masalah nasional,” ujar Surya.
Surya mengungkapkan, estimasi usulan pupuk bersubsidi melalui RDKK selalu lebih besar, tapi kenyataannya, alokasi yang diberikan lebih sedikit dari estimasi yang diusulkan.
Dia mencontohkan, untuk pupuk urea saja usulannya mencapai 22 ton, tapi alokasi yang didapat 14 ton. Begitu pun dengan jenis pupuk lainnya, setali tiga uang.
“Kita selalu mengusulkan lebih besar sesuai yang ada di RDKK, tapi kami mendapat alokasi yang sangat kurang,” kata Surya.
Meski demikian, pihaknya tetap berupaya melakukan langkah-langkah antisipatif. Di antaranya membuat usulan penambahan kuota pupuk bersubsidi dengan harapan ada relokasi dari daerah lain.
“Jatah pupuk kita memang terbatas, tapi tetap kita upayakan penambahan kuota pupuk dengan harapan ada relokasi dari daerah lain, karena setiap saat pasti ada perubahan,“ ungkap Surya.