Jelang pelaksanaan Pilkada Luwu Timur 2020, sejumlah lembaga mengeluarkan hasil survey dan polling terkait dengan pelaksanaan pesta rakyat tersebut. Termasuk salah satunya Koranseruya.com yang melakukan polling pembaca terkait Pilkada Lutim 2020.
Merilis hasil pollingnya edisi harian Koran Seruya tanggal 8 Desember 2020, yang menempatkan presentase hasil polling dari dua kandidat di Pilkada Luwu Timur. Sayangnya, hasil polling itu dimanfaatkan sejumlah pihak untuk membentuk opini seolah telah menjadi kondisi real di lapangan.
Menanggapi hal itu, pengembang website Koranseruya.com, Wawan Kurniawan mengatakan jika hasil Polling pada website yang dikelolanya, tidak dapat dijadikan acuan dalam Pilkada Luwu Timur. Pasalnya, voter dalam Polling tersebut tidak membatasi siapa saja yang bisa memberikan suaranya.
“Siapapun bisa mengikuti poling yang dilakukan oleh Koranseruya.com, Sehingga tidak bisa dijadikan acuan dalam Pilkada Luwu Timur, pasalnya poling tersebut tidak menutup kemungkinan orang di luar dari Luwu Timur bisa ikut melakukan polling,”ujar Wawan.
Untuk diketahui, sejumlah media melakukan polling atau jejang pembaca terkait pilihan dalam Pilkada. Polling media ini memang terkesan Nampak sebagai sebuah survey professional layaknya yang dilakukan lembaga survey, hanya saja terdapat sejumlah mekanisme yang membedakan hasil polling media online dengan lembaga survey tersebut.
Direktur Modern IT Solution, Alex Benteng mengatakan system pada polling media online maupun sosial media pada dasarnya tidak bisa dijadikan rujukan dalam hasil pentas perpolitikan, terlebih dengan membandingkan polling tersebut dengan hasil yang dilakukan lembaga survey.
“Terdapat sejumlah mekanisme yang berbeda, salah satunya yakni tidak adanya filter untuk membatasi orang melakukan vote lebih dari sekali, sebab system hanya membatasi berdasarkan IP (Internet Protokol/ identitas sebuah computer atau jaringan internet), bukan berdasarkan identitas atau nomor induk kependudukan, jadi bisa saja 1 orang melakukan vote beberapa kali sepanjang IP tidak terbaca ganda,” ungkapnya.
Sementara lembaga survey dalam menentukan sampling, dilakukan hitung-hitungan yang akurat agar hasil dari survey itu mendekati dengan kondisi yang sebenarnya. “Mekanisme yang dilakukan oleh lembaga survey benar-benar menargetkan sampling pada objek survey, sementara di media online tidak ada batasan wilayah, siapa pun bisa ikut serta,” ungkap Alex.(*)