Persidangan Pemeriksaan Lanjutan PHPU Palopo (7/2/2025), sorotan utama tertuju pada keabsahan ijazah Paket C Trisal Tahir sebagai syarat pendaftaran calon.
Sidang perkara nomor 168/PHPU.WAKO-XXIII/2025 itu menampilkan perdebatan tajam antara pihak pemohon, termohon, dan saksi ahli.
Dalam persidangan, Hakim MK Saldi Isra secara langsung menayangkan ijazah yang menjadi sumber sengketa.
Dia mempertanyakan apakah format dokumen tersebut – dengan unsur tulisan tangan dan stempel dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan – sudah sesuai standar resmi.
Menurut saksi ahli dari Kementerian Pendidikan, Haryo Susetiyo, ijazah itu memang mengandung elemen manual lengkap dengan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN) dari Dinas Pendidikan.
Ia menambahkan, Dinas Pendidikan provinsi sebagai pihak yang tepat untuk memverifikasi validitas model tersebut.
Sementara itu, saksi dari pihak pemohon, Charles Simabura, menuding putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai bukti nyata ketidakprofesionalan KPU Palopo.
Menurutnya, keputusan yang mengubah status calon dari tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS) merupakan pelanggaran hukum yang seharusnya di nilai ulang oleh Mahkamah Konstitusi.
Dari sudut pandang administratif, Kepala PKBM Yayasan Uswatun Hasanah (Yusha), Bonar Jhonson, membuka fakta bahwa kasus Trisal hanyalah satu dari delapan siswa lulusan 2016 yang data ijazahnya tidak terekam dalam sistem.
Bonar menyoroti keterbatasan sistem digital pada masa itu—sebelum Dapodik (Data Pokok Pendidikan) diberlakukan secara menyeluruh—sehingga data manual dapat saja tercecer.
Setelah mendengarkan keterangan para saksi, majelis hakim memutuskan menunda persidangan hingga 17 Februari mendatang untuk menggali fakta lebih lanjut.