Luwuraya.comLuwuraya.comLuwuraya.com
  • Berita
    • Metro
    • Hukum
    • Politik
    • Ekonomi
    • Pendidikan
    • Luwu Timur
    • DPRD Luwu Timur
  • Wisata
    • Budaya
    • Kuliner
    • Rekreasi
  • Infografis
  • Lifestyle
    • Fashion
    • Hoby
    • Komunitas
  • Lainnya
    • Foto
    • Video
    • Opini
    • Sport
Reading: OPINI | Pilpres, Arena Menumpuk Dosa
Font ResizerAa
Luwuraya.comLuwuraya.com
Font ResizerAa
Cari
  • Berita
    • Metro
    • Hukum
    • Politik
    • Ekonomi
    • Pendidikan
    • Luwu Timur
    • DPRD Luwu Timur
  • Wisata
    • Budaya
    • Kuliner
    • Rekreasi
  • Infografis
  • Lifestyle
    • Fashion
    • Hoby
    • Komunitas
  • Lainnya
    • Foto
    • Video
    • Opini
    • Sport
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Pengaduan
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Ekonomi

Siap-Siap! Besok Ada Pasar Murah di Anjungan Sungai Malili, Tanpa Syarat KTP!

Politik

DPRD Luwu Timur Gelar Paripurna Penandatanganan Nota Kesepakatan Perubahan KUA dan PPAS 2025

Ekonomi

Bupati Luwu Timur Kunjungi UPS Giwangan Yogyakarta, Cari Solusi Krisis Sampah

Pendidikan

Puspawati Apresiasi Film “Sarung Baru untuk Bapak”, Puji Nilai Inspiratifnya

Budaya

Pengukuhan Mincara Malili, Pemerintah Lutim Tegaskan Komitmen Lestarikan Budaya Adat

Ekonomi

Ironi Balambano: Hidup di Sekitar PLTA Raksasa, Warga Masih Gelap Gulita

Ekonomi

Pemkab Lutim dan PT Vale Teken MoU Strategis untuk Dorong Kesejahteraan Daerah

Metro

Pemkab Lutim Serius Wujudkan Bandara Malili, Audiensi ke Kemenhub

Beranda » Berita » OPINI | Pilpres, Arena Menumpuk Dosa
Opini

OPINI | Pilpres, Arena Menumpuk Dosa

Redaksi
Redaksi 30 Mei 2014
Share
SHARE

Setiap ada hajatan politik, entah itu Pilpres, Pilgub, Pilbub/Pilwalkot dan Pilkades, atau Pileg sekali pun, selalu saja ada persaingan untuk berlomba-lomba mengejar dosa. Sangat paradoks dengan ajaran agama kita yang mengajarkan manusia untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Fastabiqul khaerat.

Ilmu Aristoteles mengatakan bahwa politik adalah sebuah usaha yang dilakukan setiap warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Di sini jelas, bahwa tujuan utama dari politik  itu adalah kebaikan bersama. Nah, bagaimana bisa kebaikan bersama kita wujudkan dengan cara-cara “miring” seperti menebar fitnah?

Dosa selalu berjalan seirama dengan nyanyian fitnah yang meluncur dari mulut ke mulut. Berteriak lantang soal siapa benar siapa salah, kami benar kamu salah. Area perdebatan tidak sehat selalu menjadi arena paling asyik untuk saling menyerang, saling menghujat dengan kata-kata makian, fitnah, men-dzolimi satu sama lain. Kenapa pesta politik seperti Pilpres selalu kita jadikan arena untuk saling menghina, saling menghujat? Bukankah perbuatan itu adalah anjuran iblis laknatullah? Lalu, kenapa kita harus menyerupai tabiat mereka?

Kampanye Hitam. Model kampanye terburuk yang ada di dunia politik. Model kampanye ini lebih menitikberatkan pada upaya character assassination. Lebih banyak menyajikan FITNAH ketimbang FAKTA. Bagi saya, pelaku kampanye jenis ini adalah orang-orang yang tidak percaya diri, yang secara tidak langsung memberikan keuntungan ganda bagi rival politiknya. Pelaku kampanye hitam hanya bergerak pada area fantasi semata, tidak faktual, kesannya hanya menyebar hoax.

BACA JUGA:

Naili, Pilihan Rasional untuk Menggantikan Trisal Tahir di PSU Palopo

Kenapa kita tidak mau belajar dari kejadian masa lalu? Di mana kampanye hitam selalu berakhir dengan kekalahan. Masyarakat sekarang tidak mudah percaya dengan kabar yang kabur. Masyarakat nanti percaya jika ada bukti sahih yang bisa dijadikan referensi yang akurat, punya data valid. Kalau hanya sekadar membagikan kabar burung, bisa-bisa semua kabar itu akan terbang bersama burung-burung di angkasa luas tanpa bekas.

Lihatlah bagaimana Barrack Obama yang diserang dengan isu SARA bahwa ia adalah seorang muslim ketika terlibat dalam pertarungan Pemilihan Presiden Amerika Serikat. Apakah rakyat di sana mengalihkan dukungannya kepada lawan politik Obama? Tentu tidak. Malah Obama terpilih kembali untuk kali kedua. Pada lingkup sedikit lebih kecil di Jakarta misalnya.  Bagaimana seorang lelaki bernama Joko Widodo, yang berangkat dari bawah, mampu menapak jenjang karier birokrasi yang lebih tinggi menjadi seorang Gubernur.

Setali tiga uang dengan Obama, Jokowi juga diserang kampanye hitam, terkait soal keislamannya. Sepanjang tidak ada bukti yang menyatakan si A begini dan si B begitu, jangan pernah berharap “tuah” dari kampanye hitam itu memihak Anda. Jokowi dengan gagah malah melenggang mulus menuju kursi Gubernur. Ingatlah wahai saudaraku, masyarakat kita adalah masyarakat yang sentimentil, mudah mengasihi dan menyayangi orang-orang yang terdzolimi. Sebaliknya, mereka sangat membenci orang-orang yang selalu mengabarkan berita yang tidak jelas.

Kampanye Negatif. Model kampanye jenis ini masih bisa diterima di panggung politik. Meski tujuan utamanya juga untuk memengaruhi pilihan politik masyarakat agar memilih “aku”, bukan“dia”, tapi Negative Campaign tidak bisa juga disalahkan karena kampanye jenis ini masih menyajikan kabar yang faktual dan mengandung kebenaran karena ada fakta yang mengikutinya. Ketika Jokowi yang kini maju sebagai Capres berpasangan dengan Jusuf Kalla, diserang isu korupsi bus Transjakarta, diserang isu Capres boneka, dan ketika JK juga diserang isu “mahar” Rp 10 T kepada PDI-P, maka semua isu itu hanya bergerak pada ruang hampa karena tidak mengandung nilai-nilai kebenaran.

Pun dengan tuduhan kepada Prabowo Subianto, rival politik Jokowi, terkait isu penculikan dan isu kewarganegaraan. Semua masih dalam kategori kampanye hitam. Olehnya itu tidaklah elok menyerang mereka dengan isu-isu yang bisa malah kontra produktif. Kita ingin mewujudkan Pilpres yang aman, tertib, dan damai serta legitimate. Sebesar apa pun kadar kebencian kita kepada sosok si A atau si B, namun mereka adalah putra-putra bangsa yang lahir dari rahim ibu pertiwi. Bagi saya, baik kampanye hitam maupun kampanye negatif, tidaklah elok kita pertontonkan kepada masyarakat. Mari kita memandang Pilpres kali ini sebagai sebuah kontestasi politik yang beretika, santun dan bermartabat.

Tiada guna menjadikan panggung Pilpres ini sebagai arena menumpuk dosa. Fitnah kiri-kanan, serangan dari segala penjuru mata angin untuk menjatuhkan satu sama lain yang tanpa kita sadari hanya menghabiskan energi kita sehingga rakyat tinggal menunggu saja siapa yang paling terdzolimi dari atraksi kampanye seperti itu. Jika rakyat sudah mendapatkan pihak mana yang paling terdzolimi, maka rakyat akan menjatuhkan pilihannya kepada pihak yang paling terdzolimi. Jangan kerdilkan pesta politik ini dengan sebuah pertarungan pragmatis, bukankah lebih baik bertarung ide/gagasan yang manfaatnya jauh lebih besar? (Lukman Hamarong)

Baca Juga Berita Rekomendasi Lainnya

Hasil Sidang DKPP dan Implikasinya Terhadap Sidang MK: Pengaruh Tidak Langsung yang Krusial

OPINI | Pilkada 2024 : Pemenang Tergantung Dekkeng

Loyalitas Diaspora dan Angkatan Kerja Muda Indonesia dalam Pengelolaan SDA di Negeri Sendiri

Program Inspiratif Kader PDIP Dari Ujung Timur Sulawesi Selatan

OPINI: MUSYAWARAH NASIONAL KKLR-KKTL ‘Menyatunya Semangat, Ide dan Gagasan’

Share This Article
Facebook Whatsapp Whatsapp Telegram Email Copy Link Print
Previous Article Diduga Ada Kongkalikong Proyek, Rekanan Protes ke Dinas Tarkim Palopo
Next Article Tiga PPL di Lutra Terima Penghargaan SL-PTT
Pilkada Palopo Usai, Pj Wali Kota: Tidak Ada yang Kalah, Rakyat adalah Pemenang
11 Juli 2025
KPU Kota Palopo Tetapkan Naili Trisal–Akhmad Syarifuddin sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Terpilih
11 Juli 2025
MK Jadwalkan Putusan Sela Sengketa Pilwalkot Palopo pada 26 Juni 2025
24 Juni 2025
Usai Kawal PSU, ASN Palopo Diingatkan Jaga Kondusifitas
17 Juni 2025
Apakah PSU Jilid II Kota Palopo Bisa Terjadi?
13 Juni 2025
Selengkapnya
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Pengaduan
  • Redaksi
  • Tentang Kami
Menu
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Pengaduan
  • Redaksi
  • Tentang Kami
© Kawal Media Consulting. Luwuraya Media Kreatif. All Rights Reserved.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?